07 September 2008

Kisah Penuh Hikmah (6)

BUKU : 6

Disusun Oleh :
Edi S. Kurniawan
e-mail : Edieskurniawan@yahoo.com

Modifikasi Oleh :
S.Samiyana, KDU
NPV: 20.003.357

( Dipersembahkan kepada semua Ikhwan-Akhwat Muslim
dimana saja berada )

“ Bísmíllaahírrahmaanírrahím ”

Sabda Rasullullah SAW, 'Seorang hamba yang berpuasa dalam bulan Ramadhan
dengan ikhlas kepada Allah SWT, dia akan diberikan oleh Allah SWT 7 perkara:
1. Akan dicairkan daging haram yang tumbuh dari badannya
(daging yang tumbuh dari makanan yang haram).
2. Rahmat Allah senantiasa dekat dengannya.
3. Diberi oleh Allah sebaik-baik amal.
4. Dijauhkan dari rasa lapar dan dahaga.
5. Diringankan baginya siksa kubur (siksa yang amat mengerikan).
6. Diberikan cahaya oleh Allah SWT pada hari Kiamat untuk
menyeberang Titian Sirath.
7. Allah SWT akan memberinya kemudahan di surga.'

****
Adalah Rasulullah SAW memberi khabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa'." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)

****
Ilmu yang bermanfaat ialah salah satu amal
yang berkekalan bagi orang yang mengajarnya
meskipun dia sudah mati.

****

(1)
KISAH TSABIT BIN IBRAHIM

Seorang lelaki yang saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan.
Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lezat itu. Akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya.
Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah yang telah dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, “Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya”. Orang itu menjawab, “Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya”.
Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini.” Pengurus kebun itu memberitahukan, “Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalanan sehari semalam”.
Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, “Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka”
Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata,” Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu maukah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?”
Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, “Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.” Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, “Apa syarat itu tuan ?” Orang itu menjawab, “Engkau harus mengawini putriku !”
Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, “Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?”
Tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, “Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang yang lumpuh!”
Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai istri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, “Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !”
Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, “Aku akan menerima pinangannya dan perkawinanya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul ‘alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta’ala”.
Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walau-pun istrinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam ,”Assalamu’alaikum…”
Tak dinyana sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi jadi istrinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu , dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya . Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya.
Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. “Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada dihadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula”, Kata Tsabit dalam hatinya.
Tsabit berpikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya ?
Setelah Tsabit duduk di samping istrinya, dia bertanya, “Ayah-mu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa ?” Wanita itu kemudian berkata, “Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah”.
Tsabit bertanya lagi, “Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?”
Wanita itu menjawab, “Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah.
Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan ?” Tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan istrinya. Selanjutnya wanita itu berkata, “aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta’ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta’ala”.
Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat shaleha dan wanita yang memelihara dirinya. Dengan bangga ia berkata tentang istrinya, “Ketika kulihat wajahnya Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap”.
Tsabit dan istrinya yang salihah dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia. Itulah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit.

(2)
BELAJAR DARI BURUNG DAN CACING

Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena him-pitan kebutuhan materi, maka cobalah kita ingat pada burung dan cacing.
Kita lihat burung tiap pagi keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Tidak terbayang sebelumnya kemana dan di-mana ia harus mencari makanan yang diperlukan. Karena itu kadangkala sore hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan buat keluarganya, tapi kadang makanan itu cuma cukup buat keluarganya, sementara ia harus puasa. Bahkan seringkali ia pulang tanpa membawa apa-apa buat keluarganya, sehingga ia dan keluarganya harus berpuasa.
Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya ?kantor? yang tetap, apalagi se-telah lahannya banyak yang diserobot manusia, namun yang jelas kita tidak pernah melihat ada burung yang berusaha untuk bunuh diri. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas. Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke sungai. Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih meminum racun untuk mengakhiri penderi-taannya. Kita lihat burung tetap optimis akan rizki yang dijanjikan Allah. Kita lihat, walaupun kelaparan, tiap pagi ia tetap berkicau dengan merdunya.
Tampaknya burung menyadari benar bahwa demikianlah hidup, suatu waktu berada diatas dan dilain waktu terhempas ke bawah. Suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan. Suatu waktu kekenyangan dan dilain waktu kelaparan.
Sekarang marilah kita lihat hewan yang lebih lemah dari bu-rung, yaitu cacing. Kalau kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak mempunyai sarana yang layak untuk survive atau bertahan hidup. Ia tidak mempunyai kaki, tangan, tanduk atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga.
Tetapi ia adalah makhluk hidup juga dan, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang apabila tidak diisi maka ia akan mati. Tapi kita lihat , dengan segala keter-batasannya, cacing tidak pernah putus asa dan frustasi untuk mencari rizki . Tidak pernah kita menyaksikan cacing yang membentur-benturkan kepalanya ke batu.
Sekarang kita lihat manusia. Kalau kita bandingkan de-ngan burung atau cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih. Tetapi kenapa ma-nusia yang dibekali banyak kelebihan ini seringkali kalah dengan burung atau cacing ? Mengapa manusia banyak yang putus asa lalu bunuh diri menghadapi kesulitan yang dihadapi? Padahal rasa-rasanya belum pernah kita lihat cacing yang berusaha bunuh diri karena putus asa.
Rupa-rupanya kita perlu banyak belajar dari burung dan cacing.

(3)
KARAKTERISTIK ORANG TUA

Seorang Muslim sudah semestinya memikirkan masa depan dengan melakukan investment –bukan dengan stock portofolio, 401K, rumah ataupun saving account, tetapi dengan shodaqoh jariyah, menyebarkan ilmu yang bermanfaat, dan membina anak yang sholeh/-ah. Ketiga aktivitas ini ternyata tercakup dalam proses pendidikan anak dan apalagi Alhamdulillah banyak diantara kita yang telah dikaruniai anak, sehingga saya tergerak untuk merangkum 6 karakteristik kepribadian seorang ayah idaman.
1. Keteladanan
Suatu pagi, saya terperanjat ketika melihat cara putriku memakai sepatunya. Ia langsung memasukkan kakinya ke dalam sepatu tanpa melepas talinya. Rupanya selama ini ia memperhatikan bagaimana cara saya memakai sepatu. Karena malas membuka simpul tali sepatu, sering kali saya langsung memakainya tanpa membuka dan mengikat simpul tali sepatu. Saya berusaha melarangnya dengan memberikan penjelasan bahwa cara memakai sepatu seperti itu bisa mengakibatkan sepatu cepat rusak. Namun hasilnya nihil. Ini merupakan satu contoh nyata bahwa anak, terutama pada usia dini, mudah sekali mencontoh orangtuanya. Tidak perduli apakah itu benar atau salah. Nasehat kita tidak ada manfaatnya, jika kita tetap melakukan apa yang kita larang.
Apakah kita sudah memberikan teladan yang terbaik kepada anak-anak kita? Apakah kita lebih sering nonton TV dibandingkan membaca Al-Quran atau buku lain yang bermanfaat? Apakah kita lebih sering makan sambil jalan dan berdiri dibandingkan sambil duduk dengan membaca Basmallah? Apakah kita sholat terlambat dengan tergesa-gesa dibandingkan sholat tepat waktu? Apakah bacaan surat kita itu-itu saja?
Allah SWT berfirman dalam surat Ash-Shaff 61:2-3: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. “
Allah SWT juga mengingatkan untuk tidak bertingkah laku seperti BaniIsrail dalam firmanNya dalam surat Al-Baqoroh :44 “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?”

2. Kasih Sayang dan Cinta
Kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang yang tulus merupakan dasar penting bagi pendidikan anak. Anak-anak usia dini tidak tahu apa namanya, tapi dengan fitrahnya mereka bisa merasakannya. Lihat bagaimana riangnya sorot mata dan gerakan tangan serta kaki seorang bayi ketika ibunya akan mendekap dan menyusuinya dengan penuh kasih sayang.
Bayi kecilpun sudah mampu menangkap raut wajah yang selalu memberikan kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang dengan tulus, apalagi mereka yang sudah lebih besar.
Rasulullah SAW pada banyak hadith digambarkan sebagai sosok ayah, paman, atau kakek yang menyayangi dan mengungkapkan kasih sayangnya yang tulus ikhlas kepada anak-anak. Sebuah kisah yang menarik yang diceritakan oleh al-Haitsami dalam Majma’uz Zawa’id dari Abu Laila.
Dia berkata: “Aku sedang berada di dekat Rasulullah SAW. Pada saat itu aku melihat al-Hasan dan al-Husein sedang digendong beliau. Salah seorang diantara keduanya kencing di dada dan perut beliau. Air kencingnya mengucur, lalu aku mendekati beliau. Rasulullah SAW bersabda, ‘Biarkan kedua anakku, jangan kau ganggu mereka sampai ia selesai melepaskan hajatnya.’ Kemudian Rasulullah SAW membawakan air.” Dalam riwayat lain dikatakan, ‘Jangan membuatnya tergesa-gesa melepaskan hajatnya.’
Bagaimana dengan kita? Sudahkan kita ungkapkan kecintaan kita yang tulus kepada anak-anak kita hari ini?
3. Adil
Siapa yang belum pernah dengar kata sibling rivalry dan favoritism? Jika belum dengar, maka ketahuilah! Siapa tahu kita termasuk orang yang telah melakukannya. Seringkali kita terjebak oleh perasaan kita sehingga kita tidak berlaku adil, misalnya karena anak kita yang satu lebih penurut dibandingkan anak yang lain atau karena kita lebih suka anak perempuan daripada anak laki-laki dll.
Rasulullah SAW bersabda: “Berlaku adillah kamu di antara anak-anakmu dalam pemberian.” (HR Bukhari)
Masalah keadilan ini dikedepankan untuk mencegah timbulnya kedengkian diantara saudara. Para ahli peneliti pendidikan anak berkesimpulan bahwa faktor paling dominant yang menimbulkan rasa hasad/ dengki dalam diri anak adalah adanya pengutamaan saudara yang satu di antara saudara yang lainnya.
Anak sangat peka terhadap perubahan perilaku terhadap dirinya. Jika kita lepas kontrol, sesegera mungkin untuk memperbaiki, karena anak yang diperlakukan tidak adil bisa menempuh jalan permusuhan dengan saudaranya atau mengasingkan diri (menutup diri dan rendah diri).
4. Pergaulan dan Komunikasi
Seringkali kita berada dalam satu ruangan dengan anak-anak, tapi kita tidak bergaul dan berkomunikasi dengan mereka. Kita asyiik membaca koran, mereka asyik main video game, atau nonton TV.
Banyak hadith yang menggambarkan bagaimana kede-katan pergaulan Rasulullah SAW dengan anak-anak dan remaja. Beliau bercanda dan bermain dengan mereka.
Bagaimana dengan kita yang sudah sibuk kuliah sambil bekerja plus ‘ngurusin’ IMSA (**smile**)? Mana ada waktu untuk bercengkrama dengan anak-anak? Sebenarnya ada waktu, jika kita mengetahui strateginya. Misalnya, sewaktu menemani anak bermain CD pendidikan di sampingnya, kita bisa menjelaskan cara mengerjakan/bermainnya, lalu memberi contoh sebentar, lantas bisa kita tinggalkan. Begitu pula dengan buku bacaan dan permainan lainnya. Repotnya ada sebagian ayah yang tidak mau berkumpul dengan anak-anak, terutama yang menjelang dewasa karena takut kehilangan wibawa atau kharismanya. Ini pandangan yang keliru. Yang lebih tepat adalah kita jaga keseimbangan, artinya kita tidak boleh terlalu kaku dalam memegang kekuasaan dan sayangnya, tetapi juga tidak boleh terlalu longgar.
5. Bijaksana Dalam Membimbing
Rasulullah SAW bersabda: “… Binasalah orang-orang yang berlebihan …” (HR Muslim). Jadi metoda yang paling bijaksana dalam mendidik dan mengarahkan anak adalah yang konsisten dan pertengahan – seimbang, yakni tidak membebaskan anak sebebas-bebasnya dan tidak mengekangnya; jangan terlalu sering menyanjung, namun juga jangan terlalu sering mencelanya. Bila ayah memerintahkan sesuatu kepada anaknya, hendaknya ayah melakukannya dengan hikmah, penuh kasih sayang, dan tidak lupa membumbuinya dengan canda seperlunya. Jelaskan hikmah dan man-faatnya, sehingga anak termotivasi untuk melakukannya. Jangan lupa juga untuk memperhatikan kondisi anak dalam melaksanakan perintah atau aturan tersebut.
Imam Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa melatih pribadi perlu kelembutan, tahapan dari kondisi yang satu ke kondisi yang lain, tidak menerapkan kekerasan, dan berpegang pada prinsip pencampuran antara rayuan dan ancaman.
6. Berdoa
Para nabi selalu berdoa dan memohon pertolongan Allah untuk kebaikan keturunannya. “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (Ibrahim:35)
Segala puji bagi Allah yang telah menganugrahkan kepa-aku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doa-ku.” (Ibrahim:39-40)

(4)
DO’A UNTUK ANAK / KELAHIRAN

Ada beberapa adab dan do’a yang diambil dari Al-Qur’an dan hadith yang bisa dijadikan rujukan untuk mendo’akan calon anak/anak kita.Saya coba sampaikan beberapa:
1. Perbanyak saja baca Al-Qur’an. Baik oleh calon bapak-nya/suami atau oleh sang calon Ibu/istri.
2. Jaga kelakukan diri dari perbuatan yang tidak baik. Seper-ti: mudah marah, bergunjing, menyakiti makhluk lain, dll.
3. Baca do’a ini : Robbi hablii minash shoolihiin (QS Ash-Shoffat ayat:100) artinya:Ya Tuhanku, anugerahkanlah ke-padaku ( anak ) yang termasuk orang-orang yang sholeh.
4. Baca do’a ini : Robbi hablii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa’I (QS Ali imran : 38) ar-tinya : Ya Tuhanku berilah aku dari sisi-Mu keturunan yang baik.Sesungguhnya Engkau Maha mendengar (memper-kenankan do’a).
5. Baca do’a ini : Robbanaa hab lanaa min azwaajinaa wadzurriyyatinaa qurrota a’yunin waj’alnaa lilmuttaqiina imaaman (QS Al-furqon : 74 ) artinya: Ya Tuhan kami, anu-gerahkanlah kepada kami dari istri kami dan keturunan kami yang menyejukkan hati kami dan jadikanlah kami pemuka bagi orang-orang yang bertakwa.
6. Bacaan ketika akan melahirkan memperbanyak membaca do’a antara lain:
* ayat kursi (QS. Al Baqoroh ayat: 255 )
* surat Al A’raf (surat 7) ayat 54
* surat Al Falaq (surat 113) ayat 1 – 5
* surat An Naas (surat 114) ayat 1 – 6 (hadith riwayat Ibnus Sunni)
7. Bacakan adzan ditelinga kanan dan iqomat ditelinga kiri ketika bayi telah lahir, agar jin yang mengganggu kanak-kanak ( ummush shibyan ) tidak akan mengganggu ( hadith riwayat Ibnus Sunni ).
8. Ketika melihat anak yang baru lahir baca do’a ini: Innii u’iidzuka bikalimaatillahit taammati min kulli syaythoonin wa haammatin wamin kulli ‘aynin laammatin (hadith riwayat Bukhari) artinya : Aku berlindung untuk anak ini dengan kalimat Allah yang sempurna dari segala gangguan syaitan dan gangguan binatang serta gangguan sorotan mata yang dapat membawa akibat buruk bagi apa yang dilihatnya.

(5)
KISAH KEPOMPONG

Seorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil muncul.
Dia duduk dan mengamati dalam beberapa jam kupu-kupu itu ketika dia berjuang dengan memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi.
Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk memban-tunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu.
Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan kecil, sayap-sayap mengkerut. Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yang mungkin akan berkembang dalam waktu.
Semuanya tak pernah terjadi.
Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak disekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah bisa terbang. Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang tersebut adalah bahwa kepompong yang menghambat dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepom-pong tersebut.
Kadang-kadang perjuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.
Saya memohon Kekuatan ..Dan Tuhan memberi saya kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.
Saya memohon Kebijakan ... Dan Tuhan memberi saya persoalan untuk diselesaikan.
Saya memohon Kemakmuran .... Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja.
Saya memohon Keteguhan hati ... Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.
Saya memohon kebahagiaan dan cinta kasih...Dan Tuhan memberikan kesedihan- kesedihan untuk dilewati.
Saya memohon Cinta .... Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong.
Saya memohon Kemurahan/kebaikan hati.... Dan Tuhan memberi saya kesempatan-kesempatan.
Saya tidak memperoleh yang saya inginkan, saya mendapatkan segala yang saya butuhkan.

(6)
LIMA WASIAT DARI ALLAH SWT.
KEPADA RASULULLAH SAW

Dari Nabi SAW., “Pada waktu malam saya diisra’ kan sampai ke langit, Allah SWT telah memberikan lima wasiat, antaranya :
1) Janganlah engkau gantungkan hatimu kepada dunia karena sesungguhnya Aku tidak menjadikan dunia ini untuk engkau.
2) Jadikan cintamu kepada-Ku sebab tempat kembalimu adalah kepada-Ku.
3) Bersungguh-sungguhlah engkau mencari sorga.
4) Putuskan harapan dari makhluk karena sesungguhnya mereka itu sedikitpun tidak ada kuasa di tangan mereka.
5) Rajinlah mengerjakan sholat tahajjud karena sesung-guhnya pertolongan itu berserta qiamullail.

Ibrahim bin Adham berkata, “Telah datang kepadaku beberapa orang tetamu, dan saya tahu mereka itu adalah wakil guru tariqat. Saya berkata kepada mereka, berikanlah nasihat yang berguna kepada saya, yang akan membuat saya takut kepada Allah SWT
Lalu mereka berkata, “Kami wasiatkan kepada kamu 7 perkara, yaitu :
1) Orang yang banyak bicaranya janganlah kamu harapkan sangat kesedaran hatinya.
2) Orang yang banyak makan janganlah kamu harapkan sangat kata-kata hikmah darinya.
3) Orang yang banyak bergaul dengan manusia janganlah kamu harapkan sangat kemanisan ibadahnya.
4) Orang yang cinta kepada dunia janganlah kamu harapkan sangat khusnul khatimahnya.
5) Orang yang bodoh janganlah kamu harapkan sangat akan hidup hatinya.
6) Orang yang memilih berkawan dengan orang yang dzalim janganlah kamu harapkan sangat kelurusan agamanya.
7) Orang yang mencari keredhaan manusia janganlah harapkan sangat akan keredhaan Allah daripadanya.”

(7)
MABUK DALAM CINTA TERHADAP ALLAH

Dikisahkan dalam sebuah kitab karangan Imam Al-Gha-zali, bahwa pada suatu hari Nabi Isa a.s berjalan di hadapan seorang pemuda yang sedang menyiram air di kebun. Tatkala pemuda yang sedang menyiram air itu melihat Nabi Isa a.s berada di hadapannya maka dia berkata, “Wahai Nabi Isa a.s, kamu mintalah dari Tuhanmu agar Dia memberi kepadaku se-berat semut Jarrah cintaku kepada-Nya.”
Berkata Nabi Isa a.s, “Wahai saudaraku, kamu tidak akan berdaya untuk seberat Jarrah itu.”
Berkata pemuda itu lagi, “Wahai Isa a.s, kalau aku tidak berdaya untuk satu Jarrah, maka kamu mintalah untukku setengah berat Jarrah.”
Oleh karena keinginan pemuda itu untuk mendapatkan ke-cintaannya kepada Allah, maka Nabi Isa a.s pun berdoa, “Ya Tuhanku, berikanlah dia setengah berat Jarrah cintanya kepada-Mu.” Setelah Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun berlalu dari situ.
Selang beberapa lama Nabi Isa a.s datang lagi ke tempat pemuda yang memintanya berdoa, tetapi beliau tidak dapat berjumpa dengan pemuda itu. Kemudian Nabi Isa a.s bertanya kepada orang yang lalu-lalang di tempat tersebut, dan berkata kepada salah seorang yang berada di situ bahwa pemuda itu telah gila dan kini berada di atas gunung.
Setelah Nabi Isa a.s mendengar penjelasan orang-orang itu beliau berdoa kepada Allah SWT, “Wahai Tuhanku, tun-jukkanlah kepadaku tentang pemuda itu.” Selesai Nabi Isa a.s berdoa maka tak lama kemudian beliau dapat melihat pemuda itu yang berada di antara gunung-gunung dan sedang duduk di atas sebuah batu besar, matanya memandang ke langit.
Nabi Isa a.s menghampiri pemuda itu dengan memberi salam, tetapi pemuda itu tidak menjawab salam Nabi Isa a.s, lalu Nabi Isa berkata, “Aku ini Isa a.s.”
Kemudian Allah swt menurunkan wahyu yang berbunyi, “Wahai Isa, bagaimana dia dapat mendengar perbicaraan manusia, sebab dalam hatinya terdapat kadar setengah berat Jarrah cintanya kepada-Ku. Demi Keagungan dan Keluhuran-Ku, kalau engkau memotongnya dengan gergaji sekalipun tentu dia tidak mengetahuinya.”
Barangsiapa yang mengakui tiga perkara tetapi tidak menyucikan diri dari tiga perkara yang lain, dia adalah orang yang tertipu.
1. Orang yang mengaku kemanisan berzikir kepada Allah, tetapi dia mencintai dunia.
2. Orang yang mengaku cinta ikhlas di dalam beramal, tetapi dia ingin mendapat sanjungan dari manusia.
3. Orang yang mengaku cinta kepada Tuhan yang mencip-takannya, tetapi tidak berani merendahkan dirinya.
Rasulullah saw telah bersabda, “Akan datang waktunya umatku akan mencintai lima lupa kepada yang lima :
1. Mereka cinta kepada dunia. Tetapi mereka lupa kepada akhirat.
2. Mereka cinta kepada harta benda. Tetapi mereka lupa kepada hisab.
3. Mereka cinta kepada makhluk. Tetapi mereka lupa kepada al-Khaliq.
4. Mereka cinta kepada dosa. Tetapi mereka lupa untuk bertaubat.
5. Mereka cinta kepada gedung-gedung mewah. Tetapi mereka lupa kepada kubur.”

(8)
MEMBUKA PINTU SORGA

Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang asar. Fatimah binti Rasulullah menyambut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.
Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun. "Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala." "Terima kasih," jawab Ali. Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal persediaan dapur sudah ludes sama sekali. Toh Fatimah tidak menunjukkan sikap kecewa atau sedih.
Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan shalat berjama'ah. Sepulang dari sholat, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?"
Áli menjawab heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?''
Orang tua itu merogoh kantungnya seraya menjawab, "Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya."
Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.
Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari.
Ali pun bergegas berangkat ke pasar. Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan." Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu.
Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya. Fatimah, masih dalam senyum, berkata, "Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita."

(9)
BANYAKLAH BER-DZIKIR

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.. Ia berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling di jalan-jalan guna mencari hamba ahli berdzikir.
Jika mereka mendapati kaum yang selalu berzikir kepada Allah SWT, mereka menyerunya, `Serukanlah kebutuhan ka-lian.' Kemudian mereka membawanya dengan sayap-sayapnya ke atas langit bumi.
Lalu mereka ditanya oleh Rabb-nya (Dia Maha Menge-tahui), `Apa yang dikatakan oleh hamba-hamba-Ku?' Para ma-laikat menjawab, `Mereka menyucikan dan mengagungkan Engkau, memuji dan memuliakan Engkau.' Allah berfirman, `Apakah mereka melihat-Ku?'
Para malaikat menjawab, `Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu.' Allah berfirman, `Bagaimana kalau mereka melihat Aku?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihat-Mu, tentunya ibadah mereka akan bertambah, tambah menyucikan dan memuliakan Engkau.' Allah SWT berfirman, `Apa yang mereka minta?' Para malaikat berkata, `Mereka memohon surga kepada-Mu.'
Allah berfirman, `Apakah mereka pernah melihatnya?' Para malaikat berkata, `Tidak, demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya.' Allah SWT berfirman, `Bagaimana kalau mereka melihatnya?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihatnya, niscaya mereka akan semakin berhasrat serta tamak dalam memohon dan memintanya.'
Allah SWT berfirman, `Pada apa mereka memohon per-lindungan?' Para malaikat berkata, `Mereka memohon per-lindungan dari neraka-Mu.' Allah SWT berfirman, `Apakah mereka pernah melihatnya?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihatnya, niscaya mereka akan semakin berlari menjauhinya dan semakin takut.'
Allah SWT berfirman, `Kalian Aku jadikan saksi bahwa Aku telah mengampuni mereka.' Salah seorang dari malaikat itu berkata, `Di dalam kelompok mereka terdapat si Fulan yang bukan bagian dari mereka. Ia datang ke sana hanya untuk suatu keperluan.' Allah SWT berfirman, `Anggota majelis itu tidak menyengsarakan orang yang duduk bergabung dalam majelis mereka.'"

(10)
LIMA BELAS BUKTI KEIMANAN

Al-Hakim meriwayatkan Alqamah bin Haris r.a berkata, aku datang kepada Rasulullah saw dengan tujuh orang dari kaumku. Kemudian setelah kami beri salam dan beliau tertarik sehingga beliau bertanya, "Siapakah kamu ini ?"
Jawab kami, "Kami adalah orang beriman." Kemudian baginda bertanya, "Setiap perkataan ada buktinya, apakah bukti keimanan kamu ?" Jawab kami, "Buktinya ada lima belas perkara. Lima perkara yang engkau perintahkan kepada kami, lima perkara yang diperintahkan oleh utusanmu kepada kami dan lima perkara yang kami terbiasakan sejak zaman jahiliyyah "
Tanya Nabi saw, "Apakah lima perkara yang aku perintahkan kepada kamu itu ?"
Jawab mereka, "Kamu telah perintahkan kami untuk beriman kepada Allah, percaya kepada Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, percaya kepada takdir Allah yang baik mau-pun yang buruk."
Selanjutnya tanya Nabi saw, "Apakah lima perkara yang diperintahkan oleh para utusanku itu ?"
Jawab mereka, "Kami diperintahkan oleh para utusanmu untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan engkau adalah utusan Allah, hendaknya kami mendirikan sholat wajib, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat dan berhaji bila mampu."
Tanya Nabi saw selanjutnya, "Apakah lima perkara yang kamu masih terbiasakan sejak zaman jahiliyyah ?" Jawab me-reka, "Bersyukur di waktu senang, bersabar di waktu kesu-sahan, berani di waktu perang, redha pada waktu kena ujian dan tidak merasa gembira dengan sesuatu musibah yang menimpa pada musuh."
Mendengar ucapan mereka yang amat menarik ini, maka Nabi saw berkata, "Sungguh kamu ini termasuk di dalam kaum yang amat pandai dalam agama maupun dalam tatacara berbicara, hampir saja kamu ini serupa dengan para Nabi dengan segala macam yang kamu katakan tadi."
Kemudian Nabi saw selanjutnya, "Maukah kamu aku tunjukkan kepada lima perkara amalan yang akan menyem-purnakan dari yang kamu punyai ? Janganlah kamu me-ngumpulkan sesuatu yang tidak akan kamu makan. Janganlah kamu mendirikan rumah yang tidak akan kamu tempati, ja-nganlah kamu berlumba-lumba dalam sesuatu yang bakal kamu tinggalkan,, berusahalah untuk mencari bekal ke dalam akhirat."

(11)
RAHASIA
KHUSYUK DALAM SHOLAT

Seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, dia sangat warak dan sangat khusyuk sholatnya. Namun dia selalu khuatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasakan kurang khusyuk.
Pada suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Isam dan bertanya: “Wahai Aba Abdur-rahman, bagaimanakah caranya tuan sholat?”
Hatim berkata : “Apabila masuk waktu sholat aku berwudhu’ zahir dan batin.”
Isam bertanya, “Bagaimana wudhu’ zahir dan batin itu?”
Hatim berkata, “Wudhu’ zahir sebagaimana biasa, iaitu membasuh semua anggota wudhu’ dengan air. Sementara wu-dhu’ batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara:
1. bertaubat
2. menyesali dosa yang dilakukan
3. tidak tergila-gilakan dunia
4. tidak mencari / mengharap pujian orang (riya’)
5. tinggalkan sifat berbangga
6. tinggalkan sifat khianat dan menipu
7. meninggalkan sifat dengki
Seterusnya Hatim berkata, “Kemudian aku pergi ke mas-jid, aku kemaskan semua anggotaku dan menghadap kiblat.
Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayang-kan Allah ada di hadapanku, sorga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula bahwa aku seolah-olah berdiri di atas titian ‘Sirratul Mustaqim’ dan aku menganggap bahwa sholatku kali ini adalah sholat terakhirku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik.
Setiap bacaan dan doa dalam sholat kufaham maknanya, kemudian aku ruku’ dan sujud dengan tawadhu’, aku berta-syahhud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku bersholat selama 30 tahun.”
Setelah Isam mendengar, menangislah dia karena mem-bayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim.

(12)
PERCAKAPAN ANTARA
RASULULLAH SAW DENGAN IBLIS

Telah diceritakan bahwa Allah SWT telah menyuruh iblis mendatangi Nabi Muhammad saw agar menjawab segala pertanyaan yang baginda tanyakan padanya. Pada suatu hari Iblis pun mendatangi baginda dengan menyerupai orang tua yang baik lagi bersih, sedang ditangannya memegang tongkat.
Bertanya Rasulullah saw, “Siapakah kamu ini ?”
Orang tua itu menjawab, “Aku adalah iblis.”
“Apa maksud kamu datang menjumpai aku ?”
Orang tua itu menjawab, “Allah menyuruhku datang kepadamu agar kau bertanya kepadaku.”
Baginda Rasulullah saw lalu bertanya, “Hai iblis, berapa ba-nyakkah musuhmu dari kalangan umat-umatku ?”
Iblis menjawab, “Lima belas.”
1. Engkau sendiri hai Muhammad.
2. Imam dan pemimpin yang adil.
3. Orang kaya yang merendah diri.
4. Pedagang yang jujur dan amanah.
5. Orang alim yang mengerjakan sholat dengan khusyuk.
6. Orang Mukmin yang memberi nasihat.
7. Orang Mukmin yang berkasih-sayang.
8. Orang yang tetap dan cepat bertaubat.
9. Orang yang menjauhkan diri dari segala yang haram.
10. Orang Mukmin yang selalu dalam keadaan suci.
11. Orang Mukmin yang banyak bersedekah dan berderma.
12. Orang Mukmin yang baik budi dan akhlaknya.
13. Orang Mukmin yang bermanfaat kepada orang.
14. Orang yang hafal al-Qur’an serta selalu membacanya.
15. Orang yang berdiri melakukan sholat di waktu malam sedang orang-orang lain semuanya tidur.
Kemudian Rasulullah saw bertanya lagi, “Berapa banyak-kah temanmu di kalangan umatku ?”
Jawab iblis, “Sepuluh golongan :-
1. Hakim yang tidak adil.
2. Orang kaya yang sombong.
3. Pedagang yang khianat.
4. Orang pemabuk/peminum arak.
5. Orang yang memutuskan tali persaudaraan.
6. Pemilik harta riba’.
7. Pemakan harta anak yatim.
8. Orang yang selalu lengah dalam mengerjakan sholat/-sering meninggalkan sholat.
9. Orang yang enggan memberikan zakat/kedekut.
10. Orang yang selalu berangan-angan dan khayal dengan tidak ada faedah.
Mereka semua itu adalah sahabat-sahabatku yang setia.”
Itulah di antara perbualan Nabi dan iblis. Memang kita maklum bahwa sesungguhnya Iblis itu adalah musuh Allah dan manusia. Maka dari itu hendaklah kita selalu berhati-hati jangan sampai kita menjadi kawan iblis, karena barangsiapa yang menjadi kawan iblis bermakna menjadi musuh Allah. Demikianlah sebaliknya, barangsiapa yang menjadi musuh iblis berarti menjadi kawan kekasih Allah.

(13)
DIPOTONG TANGANNYA
KARENA MEMBERI SEDEKAH

Dikisahkan bahwa semasa berlakunya kekurangan maka-nan dalam kalangan Bani Israel, maka lalulah seorang fakir menghampiri rumah seorang kaya dengan berkata, "Sedekahlah kamu kepadaku dengan sepotong roti dengan ikhlas karena Allah swt"
Setelah fakir miskin tadi berkata demikian, maka keluar-lah anak gadis orang kaya itu, lalu memberikan roti yang masih panas kepadanya. Baru saja gadis itu memberikan roti-nya, keluarlah bapanya yang bakhil itu dan terus memotong tangan kanan anak gadisnya hingga putus. Semenjak dari peristiwa itu Allah SWT pun mengubah kehidupan orang kaya itu dengan menarik kembali harta kekayaannya, sehingga dia menjadi seorang fakir miskin dan akhirnya dia meninggal dunia dalam keadaan yang paling hina.
Anak gadisnya menjadi pengemis dan meminta-minta dari satu rumah ke rumah. Pada suatu hari anak gadis itu menghampiri rumah seorang kaya sambil meminta sedekah, maka keluarlah seorang ibu dari rumah tersebut. Ibu itu sangat kagum dengan kecantikannya dan mempelawa anak gadis itu masuk ke rumahnya. Ibu itu sangat tertarik dengannya dan dia berhajat untuk mengawinkan anaknya dengan gadis itu. Setelah acara perkawinan selesai, maka si ibu itu memberikan pakaian dan perhiasan bagi menggantikan pakaiannya.
Pada suatu malam ketika sudah dihidangkan makan ma-lam, si suami juga hendak makan bersamanya. Oleh karena anak gadis itu kudung tangannya dan suaminya juga tidak tahu bahwa dia kudung, sedangkan ibunya juga telah merahasiakan tentang keadaan tangan gadis tersebut, maka tatkala suaminya menyuruh dia makan, lalu dia makan dengan tangan kiri. Ketika suaminya melihat keadaan isterinya itu dia berkata, "Aku mendapat tahu bahwa orang fakir tidak tahu dalam tatacara harian, oleh karena itu makanlah dengan tangan kanan dan bukan dengan tangan kiri."
Walaupun si suami berkata demikian, namun isterinya tetap makan dengan tangan kiri, meskipun suaminya berulang kali memberitahunya. Dengan tiba-tiba terdengar suara dari sebelah pintu, "Keluarkanlah tangan kananmu itu wahai hamba Allah, sesungguhnya kamu telah mendermakan sepotong roti dengan ikhlas karena Ku, maka tidak ada halangan bagi-Ku memberikan kembali akan tangan kananmu itu."
Setelah gadis itu mendengar suara tersebut, dia pun mengeluarkan tangan kanannya, dan dia mendapati tangan kanannya berada dalam keadaan asalnya, dan dia pun makan bersama suaminya dengan menggunakan tangan kanan.
Hendaklah kita senantiasa menghormati tetamu kita, walaupun dia fakir miskin apabila dia telah datang ke rumah kita maka sesungguhnya dia adalah tetamu kita. Rasulullah SAW telah bersabda yang artinya, "Barangsiapa menghormati tetamu, maka sesungguhnya dia telah menghormatiku, dan barangsiapa menghormatiku, maka sesungguhnya dia telah memuliakan Allah SWT Dan barangsiapa telah menjadi kemarahan tetamu, dia telah menjadi kemarahanku. Dan barang-siapa menjadikan kemarahanku, sesungguhnya dia telah menjadikan murka Allah SWT"
Sabda Rasulullah SAW yang artinya, "Sesungguhnya tetamu itu apabila dia datang ke rumah seseorang mukmin, maka dia masuk bersama dengan seribu berkah dan seribu rahmat."

(14)
CINTA SEJATI SEORANG IBU
TERHADAP ANAK-ANAKNYA

Dia seorang wanita yang sudah tua, namun semangat perjuangannya tetap menyala seperti wanita masih muda. Setiap tutur kata yang dikeluarkannya selalu menjadi pendorong dan bualan orang sekitarnya. Maklumlah ia memang seorang penyair dua zaman, maka tidak kurang pula bercakap dalam bentuk syair. Al-Khansa binti Amru demikianlah nama wanita itu. Dia merupakan wanita yang terkenal cantik dan pandai di kalangan orang Arab.
Dia pernah bersyair mengenang kematian saudaranya yang bernama Sakhr:
“Setiap mega terbit, dia mengingatkan aku pada si Sakhr, malang.
Aku pula masih teringatkan dia setiap mega hilang di ufuk barat.
Kalaulah tidak karena terlalu ramai orang menangis di sampingku ke atas mayat-mayat mereka, niscaya aku bunuh diriku.”
Setelah Khansa masuk Islam, keberanian dan kepandaiannya bersyair telah digunakannya untuk menyemarakkan semangat para pejuang Islam. Ia mempunyai empat orang putera yang kesemuanya telah diajar ilmu bersyair dan dididik berjuang dengan berani. Kemudian kesemua puteranya itu telah dise-rahkannya untuk berjuang demi kemenangan dan kepentingan Islam.
Khansa telah mengajar anaknya sejak kecil agar jangan takut menghadapi peperangan dan cabaran.
Pada tahun 14 Hijrah, Khalifah Umar Ibnul Khattab menyediakan satu pasukan tempur untuk menentang Parsi. Semua umat Islam dari berbagai kabilah telah dikerahkan untuk menuju ke medan perang, maka terkumpullah seramai 41,000 orang tentera. Khansa telah mengerahkan keempat-empat puteranya agar ikut mengangkat senjata dalam perang suci itu. Khansa sendiri juga ikut ke medan perang dalam kumpulan pasukan wanita yang bertugas merawat dan menaikkan semangat pejuang tentera Islam.
Dengarlah nasihat Khansa kepada putera-puteranya yang sebentar lagi akan mara ke medan perang:
“Wahai anak-anakku! Kamu telah memilih Islam dengan rela hati. Kemudian kamu berhijrah dengan suka rela pula. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya kamu sekalian adalah putera-putera dari seorang lelaki dan seorang wanita. Aku tidak pernah mengkhianati ayahmu, aku tidak per-nah memburuk-burukkan saudara maramu, aku tidak pernah merendahkan keturunan kamu, dan aku tidak pernah mengu-bah perhubungan kamu. Kamu telah tahu tentang pahala yang disediakan oleh Allah kepada kaum muslimin dalam meme-rangi kaum kafir itu. Ketahuilah bahwasanya kampung yang kekal itu lebih baik daripada kampung yang binasa.”
Kemudian Khansa membacakan satu ayat dari surah Ali Imran yang artinya: “Wahai orang yang beriman! Sabarlah, dan sempurnakanlah kesabaran itu, dan teguhkanlah kedudukan kamu, dan patuhlah kepada Allah, moga-moga kamu menjadi orang yang beruntung.” Putera-putera Khansa tertunduk khusyuk mendengar nasihat bunda yang disayanginya.
Seterusnya Khansa berkata: “Jika kalian bangun esok pagi, insya Allah, dalam keadaan selamat, maka keluarlah untuk berperang dengan musuh-musuh kamu. Gunakanlah semua pengalamanmu dan mohonlah pertolongan dari Allah. Jika kamu melihat api pertempuran semakin hebat dan kamu dikelilingi oleh api peperangan yang sedang bergejolak masuklah kamu ke dalamnya. Dan dapatkanlah puncanya ketika terjadi perlagaan pertempurannya, semoga kamu akan berjaya mendapatkan balasan di sampingnya yang abadi, dan tempat tinggal yang kekal.”
Subuh esoknya semua tentera Islam sudah berada di tikar sholat masing-masing untuk mengerjakan perintah Allah yaitu sholat Subuh, kemudian berdoa moga-moga Allah memberikan mereka kemenangan atau sorga. Kemudian Saad bin Abu Waqas panglima besar Islam, telah memberikan arahan agar bersiap sedia setelah semboyan perang berbunyi. Perang satu lawan satupun bermula sampai dua hari. Pada hari ketiga bermulalah pertempuran besar-besaran. 41,000 orang tentera Islam melawan tentera Parsi yang berjumlah 200,000 orang. Pasukan Islam mendapat tentangan hebat, namun mereka tetap yakin akan pertolongan Allah.
Putera-putera Khansa maju untuk merebut peluang me-masuki sorga. Berkat dorongan dan nasihat dari bundanya, mereka tidak sedikitpun merasa takut. Sambil mengibas-ngi-baskan pedang, salah seorang di antara mereka bersyair:
“Hai saudara-saudaraku!
Ibu tua kita yang banyak pengalaman itu, telah memanggil kita semalam dan membekali nasihat.
Semua mutiara yang keluar dari mulutnya bernas dan ber-faedah.
Insya Allah akan kita buktikan sedikit masa lagi.”
Kemudian ia maju menetak setiap musuh yang datang. Se-terusnya disusul pula oleh anak kedua maju dan menentang setiap musuh yang mencabar. Dengan semangat yang berapi-api ia bersyair:
“Demi Allah!
Kami tidak akan melanggar nasihat ibu tua kami
Nasihatnya wajib ditaati dengan ikhlas dan rela hati
Segeralah bertempur, segeralah bertarung dan menggempur musuh bersama-sama
Sehingga kau lihat keluarga Kaisar musnah.
Anak Khansa yang ketiga pun segera melompat dengan bera-ninya sambil bersyair:
“Sungguh ibu tua kami kuat keazamannya, tetap tegas dan tidak goncang.
Beliau telah menggalakkan kita agar bertindak cekap dan berakal cemerlang
Itulah nasihat seorang ibu tua yang mengambil berat terhadap anak-anaknya sendiri
Mari! Segera memasuki medan tempur dan segeralah untuk mempertahankan diri
Dapatkan kemenangan yang bakal membawa kegembiraan di dalam hati.
Atau tempuhlah kematian yang bakal mewarisi kehidupan yang abadi.”
Akhir sekali anak keempat menghunus pedang dan melompat menyusul abang-abangnya. Untuk menaikkan semangatnya ia pun bersyair:
“Bukanlah aku putera Khansa’, bukanlah aku anak jantan
Dan bukan pula karena Amru yang pujiannya sudah lama terkenal,
Kalau aku tidak membuat tentera asing yang berkelompok-kelompok itu terjunam ke jurang bahaya, dan musnah dimangsa oleh senjataku.”
Bergelutlah keempat-empat putera Khansa dengan tekad bulat untuk mendapatkan sorga diiringi oleh doa munajat ibundanya yang berada di garis belakang. Pertempuran terus hebat. Tentera Islam pada mulanya kebingungan dan kacau balau karena pihak Parsi menggunakan tentera bergajah di barisan depan, sementara tentera pejalan kaki berlindung di belakang binatang tahan lasak itu. Namun tentera Islam dapat mencederakan gajah-gajah itu dengan memanah mata dan bahagian-bahagian lainnya. Gajah yang cedera itu marah de-ngan menghempaskan tuan yang menungganginya, menginjak-injak tentera Parsi lainnya. Mereka jadi mangsa gajah sendiri. Kesempatan ini dipergunakan oleh pihak Islam untuk me-musnahkan mereka.
Panglima perang bermahkota Parsi dapat dipenggal ke-palanya, akhirnya merekapun lari lintang pukang menyeberangi sungai dan dipanah oleh pasukan Islam hingga air sungai menjadi merah. Pasukan Parsi kalah teruk, dari 200,000 tenteranya hanya sebahagian kecil saja yang dapat menye-lamatkan diri. Umat Islam lega. Kini mereka mengumpul dan mengira tentera Islam yang gugur. Ternyata yang beruntung menemui syahid di medan Kadisia itu berjumlah lebih kurang 7,000 orang. Dan dari 7,000 orang syhuhada itu terbujur empat orang adik beradik anak Khansa.
Seketika itu juga ramailah tentera Islam yang datang me-nemui Khansa memberitahukan bahwa keempat empat anaknya telah menemui syahid. Al-Khansa menerima berita itu dengan tenang, gembira dan hati tidak bergoncang. Al-Khansa terus memuji Allah dengan ucapan:
“Segala puji bagi Allah, yang telah memuliakanku dengan ke-syahidan mereka, dan aku mengharapkan dari Tuhanku, agar Dia mengumpulkan aku dengan mereka di tempat tinggal yang kekal dengan rahmat-Nya!”
Al-Khansa kembali ke Madinah bersama para perajurit yang masih hidup dengan meninggalkan mayat putera-pute-ranya di medan pertempuran Kadisia. Dari peristiwa pepe-rangan itu pula wanita penyair ini mendapat gelaran kehor-matan ‘Ummu syuhada’ yang artinya ibu kepada orang-orang yang mati syahid.

(15)
MANGKUK YANG CANTIK,
MADU DAN SEHELAI RAMBUT

Rasulullah SAW, dengan sahabat-sahabatnya Abubakar r.a., Umar r.a., Utsman r.a., dan ‘Ali r.a., bertamu ke rumah Ali r.a. Di rumah Ali r.a. istrinya Sayidatina Fathimah r.ha. putri Rasulullah SAW menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan sehelai rambut terikut di da-lam mangkuk itu. Baginda Rasulullah SAW kemudian meminta kepada semua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut).
Abubakar r.a. berkata, “iman lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman lebih susah dari meniti sehelai rambut”.
Umar r.a. berkata, “kerajaan lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja lebih manis dari madu, dan me-merintah dengan adil lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Utsman r.a. berkata, “ilmu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu lebih manis dari madu, dan ber’amal dengan ilmu yang dimiliki lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
‘Ali r.a. berkata, “tamu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Fatimah r.ha. berkata, “seorang wanita lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang berpurdah lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Rasulullah SAW berkata, “seorang yang mendapat taufiq untuk ber’amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber’amal dengan ‘amal yang baik lebih manis dari madu, dan berbuat ‘amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Malaikat Jibril AS berkata, “menegakkan pilar-pilar aga-ma lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Allah swt berfirman, “ Sorga-Ku lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.

(16)
KISAH YUSUF DAN ZULAIHA

Sungguh berat malam yang panas itu dirasakan oleh Ra’il, wanita cantik yang biasa dipanggil dengan nama Zulaiha. Ia senantiasa mempercantik paras, menghias diri, dan memakai wangi-wangian. Kemudian berdiri, pagi dan petang, di beranda istananya di atas Sungai Nil, dalam kegelisahan yang tak jelas penyebabnya.
Angin sepoi bertiup tenang dan halus, seakan enggan mengusik ranting-ranting pohon bunga yang mengelilingi be-randa istana itu, Zulaiha memandangi sungai dan airnya yang tenang, dan sesekali wajahnya menoleh ke atas, melihat bintang-bintang yang bertaburan di langit nan tinggi, mengelilingi bulan yang sebagian sinarnya terhalang oleh awan.
Sesaat kemudian, seorang pelayan menghampiri dengan segelas sari buah dingin untuknya, tetapi sang puteri menolak dan malah memerintahkan pelayan itu untuk kembali. Nafasnya semakin menyesakkan, serasa hampir-hampir mencekik lehernya.
Sebenarnya ia dapat saja mengambil anak angkat yang disukainya, sebab ia orang terkaya di negeri itu. Tapi naluri keibuannya ternyata menentang niatnya. Dia ingin mengandung dan melahirkan puteranya sendiri, sebagaimana wanita-wanita lain. Tapi suratan takdir menghendaki lain, suaminya tidak kuasa mengubah impiannya menjadi kenyataan.
Berkecamuklah semua fikiran di kepalanya. Ia terlena dalam lamunannya, sampai suara halus suaminya tiba-tiba mengejutkan hatinya.
“Ra’il, isteriku yang cantik, bergembiralah!” Kata suaminya sambil menunjukkan sesuatu.
Zulaiha menoleh kepada suaminya, dan betapa terkejut ketika ia lihat suaminya datang bersama seorang anak kecil.
“Siapa namamu?” tanya Zulaiha. Dengan suara yang datang-hampir tidak terdengar, anak itu menjawab, “Yusuf”.
Al-Aziz, suami Zulaiha, kemudian mengikutinya dari belakang serta berkata, “Telah kubeli ia dari kafilah yang kutemui di-sebuah telaga di padang pasir. Berikanlah kepadanya tempat dan layanan yang baik, boleh jadi ia bermanfaat bagi kita, atau kita pungut ia sebagai anak”.
Isteri al-Aziz tidak mengetahui takdir apa yang bakal terjadi antara dia dan anak itu di hari-hari yang akan datang. Yang jelas ia merasa senang atas kedatangan anak itu, dan hilanglah kesedihan yang selama ini menghimpit dadanya. Hari-hari berlalu. Yusuf semakin besar dan menjadi dewasa. Wajahnya tampak semakin tampan. Isteri Aziz tidak mengerti kebahagiaan apa yang meresap di hatinya setiap kali ia me-mandang Yusuf, dan kesedihan yang menghantuinya ketika Yusuf hilang dari pandangannya.
Setiap kali malam tiba, dan Yusuf pergi ke kamar tidur-nya, Zulaiha merasa ada sesuatu yang mengusik lubuk jiwanya, sehingga kadang kala ia bangun meninggalkan suaminya yang sedang tidur, kemudian pergi ke pintu kamar Yusuf. Zulaiha berdiri di pintu kamar Yusuf beberapa saat. Dalam hatinya timbul keraguan: apakah sebaiknya ia masuk menemui Yusuf seperti yang diinginkannya, ataukah ia kembali ke tempatnya sendiri di samping suaminya.
Fikiran seperti itu selalu mengganggu hatinya semalaman, sampai cahaya matahari pagi terlihat masuk melalui jendela-jendela kamarnya. Jika sudah demikian, ia kembali ke kamar suaminya.
Setiap kali pandangannya bertemu dengan pandangan Yusuf, ia merasakan keinginan yang kuat untuk selalu berada dekat pemuda itu, dan tak ingin rasanya berpisah untuk selama-lamanya. Namun, hati kecilnya berkata bahwa Yusuf tidak memendam perasaan yang sama seperti perasaannya. Perta-nyaan yang selalu mengusik kalbunya adalah: Apakah Yusuf mencintainya sebagaimana ia mencintai Yusuf? Apakah Yusuf memendam perasaan seperti yang dipendamnya? Meskipun hati kecilnya berkata bahwa Yusuf tidak menampakkan sikap seperti itu, ia tidak mau mendengar jawaban itu.
Pada suatu petang, isteri Aziz merasa tidak kuasa lagi hanya berdiri di ambang cinta yang disimpannya kepada Yusuf. Ia kemudian berdiri dimuka cermin, mengagumi kecantikan parasnya, seraya berkata kepada dirinya sendiri, “Adakah, diseluruh Mesir ini, wanita yang kecantikannya melebihi kecantikanku, sehingga Yusuf menghindar dariku? Tidak boleh tidak, wahai, Yusuf, hari ini aku akan menjumpaimu dengan segala macam bujukan dan rayuan, sampai engkau tunduk kepadaku”.
Kemudian ia membuka lemari, dan matanya mengamati setumpuk pakaian di dalamnya. Dipilihnya salah satu gaunnya yang paling indah, berwarna merah dengan model yang mem-bangkitkan gairah laki-laki. Manakala gaun itu dikenakan, maka sebahagian auratnya yang seharusnya tersembunyi akan tampak.
Itulah yang justru dikehendakinya. Kemudian ia memakai wangi wangian disekujur tubuhnya, yang menyebabkan seorang lelaki akan bergairah karena baunya.
Setelah itu, ia atur rambutnya seindah-indahnya dimalam yang sunyi itu. Setelah menyelesaikan dan menyempurnakan dan-danannya, Zulaiha mengamati sekelilingnya, hingga ia benar-benar yakin bahwa tidak ada seorang pun pelayannya yang masih menunggunya di situ; semuanya sudah lelap di kamarnya masing-masing di kegelapan malam itu. Ia pun tahu bahwa suaminya sedang memenuhi panggilan seorang hakim Mesir dan sibuk dengan urusan-urusannya, sehingga tidak mungkin ia akan kembali sebelum fajar pagi tiba.
Setelah segalanya beres, pergilah ia menuju kamar Yusuf. Di-dapatinya pintu kamar itu tertutup dan lampunya sudah dima-tikan. Dengan perlahan ia mengetuk; satu kali, dua kali … dan tiga kali. Tak lama kemudian, Yusuf pun bangun menyalakan lampu dan membukakan pintu. Alangkah terkejutnya Yusuf ketika ia melihat isteri al-Aziz sudah berada di hadapannya. Tapi ia tidak berkata apa-apa kecuali hanya diam menunduk.
Tiba-tiba Zulaiha masuk ke dalam, mendekatinya dengan ramah, dan memegang tangannya sambil menutup pintu kamar. Zulaiha merasakan kegelisahan, ketakutan, dan tak kuasa menatap pandangan kedua mata Yusuf. Ia lalu berpaling dari pandangan Yusuf, sedangkan Yusuf selalu berusaha menjauh darinya.
Isteri al-Aziz kemudian berkata, “Apakah maksud semua ini, hai, Yusuf? Janganlah engkau menjauh dariku, sehingga aku binasa karena rindu kepadamu”. Yusuf diam tanpa jawaban.
Isteri al-Aziz mendekatinya lagi seraya berkata, “Aduhai, Yusuf, betapa indahnya rambutmu!”
Yusuf menjawab, “Inilah sesuatu yang pertama kali akan berhamburan dari tubuhku setelah aku mati”.
“Aduhai, Yusuf, betapa indahnya kedua matamu!” Bujuk isteri al-Aziz lagi.
“Keduanya ini adalah benda yang pertama kali akan lepas dari kepalaku dan akan mengalir di muka bumi!”
Isteri al-Aziz berkata lagi, “Betapa tampannya wajahmu, hai, Yusuf”.
“Tanah kelak akan melumatnya,” Jawab Yusuf.
Kemudian Zulaiha berkata kepadanya, “Telah terbuka tubuhku karena ketampanan wajahmu”.
“Syaitan menolongmu untuk berbuat hal itu!” Kata Yusuf.
“Yusuf! Bagaimanapun aku harus mendapatkan apa yang selama ini kudambakan, dan kini aku datang karenanya”. Kata Zulaiha.
Yusuf menjawab: “Ke manakah aku akan lari dari murka Allah jika aku mendurhakai-Nya?”
Isteri al-Aziz sadar bahwa Yusuf benar-benar tidak mau memenuhi apa yang ia inginkan.
Maka, ia pun lebih mendekat lagi, dan meletakkan badan Yusuf di atas dadanya. Ia berharap Yusuf akan tertarik kepa-danya dan mau memenuhi keinginannya. Akan tetapi, di luar dugaannya, Yusuf malah menghindar darinya dan segera berlari hendak keluar dari kamar itu.
Isteri al-Aziz tak habis berfikir mengapa Yusuf sedemikian ke-ras mempertahankan kesuciannya di hadapan wanita cantik yang telah siap melayaninya, bahkan lari menjauh darinya. Ia lalu mengejar Yusuf dari belakang untuk memaksanya. Ketika sudah sangat dekat, dipegangnyalah bahagian belakang baju Yusuf dan ditariknya kuat-kuat. Dengan penuh kemarahan, ia melarang Yusuf keluar dari kamar.
Akhirnya, Koyaklah bagian belakang baju Yusuf. Pada saat yang sama, tiba-tiba al-Aziz sudah berada dihadapan me-reka berdua, bersama saudara sepupu Zulaiha.
Dengan serta merta isteri al-Aziz berkata: “Apakah hukuman bagi orang yang akan berbuat serong kepada isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksaan yang pedih?” Dengan perkataan itu, Zulaiha bermaksud menyatakan bahwa Yusuf telah berbuat yang melampaui batas atas dirinya.
Al-Aziz sangat marah atas terjadinya peristiwa mema-lukan itu. Karena tidak menduga hal itu dilakukan oleh Yusuf, seorang anak terlantar yang telah dibelinya, dipeliharanya, dan dikasihinya seperti kasih sayang seorang ayah kepada puteranya sendiri. Tidak mungkin hal itu bisa terjadi?
Yusuf sadar bahwa isteri al-Aziz telah berkata dusta tentang dirinya dan menuduhnya dengan tuduhan palsu. Maka, sege-ralah Zulaiha berkata kepada al-Aziz: “Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)”.
Allah ternyata menghendaki bebasnya Yusuf dari tuduhan wanita itu. Seorang bayi yang masih menyusu, anak salah seorang keluarga Zulaiha yang ketika itu datang ke istana, tiba-tiba berkata, “Jika bajunya koyak di bagian muka, maka wanita itulah yang benar dan Yusuf termasuk orang-orang dusta. Dan jika bajunya koyak di bahagian belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar”.
Mendengar itu, segeralah al-Aziz menghampiri Yusuf untuk melihat bajunya. Ketika didapatinya baju Yusuf koyak di bagian belakang (karena tarikan isterinya), mengertilah al-Aziz akan pengkhianatan isterinya dan bersihnya Yusuf dari tuduhan itu. Kemudian ia berkata: “Sungguh, inilah tipu muslihatmu. Sungguh dahsyat tipu muslihatmu!”
Kemudian ia memandang Yusuf seraya berkata: “Hai, Yusuf, berpalinglah dari ini!” Maksud perkataan itu adalah agar Yusuf tidak memberitakan aib yang terjadi atas diri isterinya itu, sehingga tidak terdengar oleh orang ramai. Sedangkan kepada isterinya ia berkata: “Dan (kamu, hai isteriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang berbuat salah”. “Celakalah kamu, Yusuf!” Kata isteri al-Aziz dengan kemarahan yang memuncak, karena Yusuf menolak kecantikan dan kebesarannya.
“Tidak! Aku tak akan membiarkanmu, Yusuf. Bagaimana pun akan kucari jalan lain yang dapat mempedayakanmu, hingga kamu memenuhi apa yang kukehendaki…”
Hari-hari pun berlalu, dan al-Aziz yang kalah dalam urus-an itu berusaha memohon kerelaan isterinya menghadapi kenyataan itu, sementara sang isteri menyanggahnya dengan dalih bahwa suaminya telah menjatuhkan martabat dan kemuliaannya.
Zulaiha tahu benar bahwa setiap kali ia menampakkan keben-ciannya kepada suaminya, sang suami benar-benar berusaha mendekati dan membujuknya karena ia sangat mencintainya dan merasa lemah di hadapan kecantikan wajahnya dan ketinggian peribadinya, yang sebenarnya bersifat mulia.
Yusuf sendiri akhirnya berdiam sepanjang hari di dalam kamarnya, karena peristiwa aib itu terjadi di situ. Ia tidak keluar dari kamarnya kecuali ada suatu pekerjaan penting yang ditugaskan oleh tuannya, al-Aziz.
Hari-hari yang berat datangnya selalu menghantui isteri al-Aziz. Ia menanti datang suatu peluang untuk kembali melakukan tipu dayanya atas diri Yusuf, sebab apa yang baru terjadi itu justru menambah rasa cinta dan keinginan untuk berhubungan dengan Yusuf, meskipun secara terang-terang ia telah berdusta atas diri Yusuf untuk menghilangkan keraguan suaminya terhadapnya.
Hari demi hari dirasakan oleh isteri al-Aziz dengan berat dan terasa lambat berjalan. Di kota, beberapa peristiwa yang tak terduga telah terjadi.
Wanita-wanita di Mesir, ketika itu, tidak ada pembicaraan lain kecuali tentang peristiwa aib antara isteri al-Aziz dan Yusuf. Yang sungguh mengherankan, bagaimana peristiwa itu dapat tersebar di seluruh kota, padahal semua pihak di istana al-Aziz berusaha merahasiakannya.
Dugaan sementara dialamatkan kepada pelayan laki-laki istana dan sebahagian pelayan wanita yang masih ada hubungan keluarga dengannya. Besar kemungkinan, merekalah yang membocorkan rahasia itu.
Langit ibu kota Mesir penuh dengan gema kisah sekitar ke-jadian itu. Dalam setiap kelompok wanita, tidak ada masalah lain yang dibicarakan kecuali tentang isteri al-Aziz dan Yusuf, semuanya dicurahkan tanpa segan lagi. Akhirnya, sampailah berita yang menyakitkan itu ke telinga isteri al-Aziz. Dan tentu saja hal itu menimbulkan kemarahannya yang luar biasa.
Akan tetapi, apa hendak dikata, ia tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menerima kenyataan itu dengan hati yang semakin pedih.
“Betapa perjalanan hidupku menjadi sepotong roti dalam mulut wanita-wanita kota yang dipenuhi cemoohan dan eje-kan.” Keluhnya dalam hati, “padahal, di hari-hari kemarin, tak seorangpun dari mereka berani menyebut namaku kecuali dengan segala penghormatan dan kemuliaan”.
Kemudian ketenangan mulai meresap di hati isteri al-Aziz, se-telah jiwanya tergoncang karena kemarahan. Mulailah ia ber-bicara kepada dirinya sendiri:” Aku wanita, dan mereka pun wanita. Harus mereka terima hinaan sebagaimana hinaan yang mereka tujukan kepadaku. Jika mereka memperolok-olokku dengan lidahnya, maka sesungguhnya olok-olokku nanti lebih keras atas diri mereka…” Maka, keluarlah dia dari kamarnya menuju beranda istananya yang menghadap Sungai Nil. Di tepian sungai itu, ia mulai berfikir, sementara angin lembut menerpa pepohonan bunga yang mengelilingi istana, membuat harum udara di sekitarnya. Isteri al-Aziz mulai merenung; fikirannya berputar ke sana ke mari, mengikuti alunan ombak sungai yang tenang.
Tak lama kemudian, wajahnya tampak sedikit berseri, ke-mudian mulutnya tersenyum. Telah ditemukan satu cara untuk membereskan masalah itu. Ya, mengapa ia tidak menghentikan cemoohan wanita-wanita itu tentang dirinya dan Yusuf dalam suatu pertemuan terbuka? Mengapa ia tidak memanggil wanita-wanita itu untuk duduk bercakap-cakap seperti biasa ia lakukan sebelum ini, lalu ia perintahkan Yusuf keluar (menampakkan diri di hadapan mereka)? Nanti mereka akan sadar dan mengerti mengapa isteri al-Aziz jatuh hati kepada anak angkatnya.
Kemudian dipanggilnya semua wanita itu ke istana untuk bersukaria. Kepada mereka dipersembahkan berbagai macam buah-buahan, dan masing-masing diberi sebilah pisau sebagai alat pemotongnya. Akan dilihat oleh isteri Al-Aziz apa yang nanti bakal terjadi ketika Yusuf muncul secara tiba-tiba di-tengah-tengah mereka.
Heranlah kebanyakan wanita bangsawan terhadap pang-gilan isteri al-Aziz itu. Mereka menyaksikan suasana yang lain dari biasanya. Ruangan istana, ketika itu, dihiasi dengan penuh kemegahan. Wanita-wanita yang hadir duduk di kursi yang indah. Di hadapan mereka masing-masing terdapat sepinggan buah segar dan sebilah pisau pemotongnya.
Semua pandangan hadirin ditujukan kepada barang-barang yang ada dalam ruangan istana itu. Semuanya diam membisu, tak ada yang berani berbicara dengan jelas tentang apa yang tersimpan di dada dan mulailah isteri Aziz membuka acara. Pembicaraan hanya berkisar tentang buah dan masalah-masalah tentang hal itu, sama sekali jauh dari masalah peristiwa dirinya dengan Yusuf. Ia berkata bahwa segala yang disediakannya kali ini dimaksudkan sebagai kejutan bagi wanita-wanita itu.
Di antara wanita-wanita yang hadir dalam jamuan itu, ada salah seorang yang menyindir. Dengan cara yang cerdik, ia berkisah kepada hadirin tentang seorang pemudi yang jatuh cinta, dan mati dalam kesedihan karena laki-laki yang memi-nangnya tewas di medan perang melawan musuh-musuh negerinya. Tetapi isteri al-Aziz, dengan lebih cerdik, menga-lihkan pembicaraan ke masalah-masalah lain.
Kemudian ia berkata kepada Yusuf, “Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka.”
Maka, keluarlah Yusuf dari tempatnya menuju jamuan wanita-wanita itu. Betapa terkejutnya wanita-wanita itu demi melihat ketampanan Yusuf. Mereka pada tercengang dan keheranan. Dan tanpa disadari, mereka memotong jari-jari mereka sendiri dengan pisau. Mereka mengira sedang memotong buah, pa-dahal tidak dirasakan darah mengalir dari tangan mereka. Lama-kelamaan mereka baru ingat dan menyadari apa yang telah mereka lakukan, kemudian berkata, “Maha Besar Allah. Ini bukanlah manusia. Ia tiada lain adalah malaikat yang mulia”.
Ketika itu wajah isteri al-Aziz menahan sedih dan duka. Berubahlah wajah nan cantik itu menjadi marah. Ia berkata seraya menunjuk kepada Yusuf: “Itulah orang yang menye-babkan aku di cela karena (tertarik) kepadanya, dan sesung-guhnya aku telah menginginkan dirinya, tetapi ia menolak. Dan (sekarang) jika dia tidak mentaati apa yang kuperintahkan, niscaya ia akan dipenjarakan dan dia akan menjadi orang yang hina”.
Yusuf mendengar apa yang dikatakan oleh isteri Aziz dengan sikap yang tenang dan tabah, di hadapan wanita-wanita kota. Ia pun mendengar keinginan setiap wanita yang hadir, sebagaimana keinginan isteri al-Aziz terhadapnya. Sambil berlindung kepada Allah, Yusuf berkata, “Tuhanku! Penjara lebih kusukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Allah hindarkan aku dari tipu daya mereka, tentulah aku tertarik kepada mereka. Dan tentulah aku termasuk orang yang jahil”. Allah meneguhkan hamba-hamba-Nya yang mukmin serta berlindung dan berpegang dengan kebenaran yang diperintahkan oleh-Nya Maka, Tuhan memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar dan Yang Maha Mengetahui”. Pulanglah wanita-wanita kota itu dengan tangan mereka berlumuran darah. Mereka semua akhirnya sedar bahwa Zulaiha, isteri al-Aziz, terhalang cintanya kepada Yusuf. Yusuf kemudian meninggalkan ruangan itu dan pergi ke kamarnya. Isteri al-Aziz tampak duduk sambil berfikir. Ia memang menghendaki kehinaan atas wanita-wanita yang menghina dirinya dengan Yusuf, dan hal itu telah selesai ia lakukan. Menanglah ia dengan suatu kemenangan yang dapat menyembuhkan sakit hatinya.
Akan tetapi, setelah ia lebih dalam berfikir, ia sadari bahwa perasaan yang ditanggungnya selama ini adalah suatu sebab yang berat baginya. Ia berbicara dengan dirinya sendiri: “Yusuf telah menghindar dariku dua kali; sekali dikamarnya dan sekali di hadapan wanita-wanita kota. Sesungguhnya wanita-wanita kota itu pun mencintai Yusuf sebagaimana aku, tetapi semuanya tidak memperoleh sesuatu darinya. Ancamanku kepadanya tidak ditakutinya. Celakalah kamu meskipun aku mencintaimu.”
Pergilah isteri al-Aziz menemui suaminya. Al-Aziz kemu-dian bertanya tentang jamuan yang diadakannya. Isterinya menjelaskan bahwa jamuan itu hanya menambah keburukan baginya.
“Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Tanya Al-Aziz. “Jika Yusuf tidak disembunyikan dari seisi istana dan kota, dia akan selalu berbicara tentang apa yang memburukkanku…” Jawabnya.
Maka, mendekatlah al-Aziz kepada isterinya seraya berkata. “Bagaimana engkau bisa rela dengan apa yang memburuk-kanmu?”
Gemetarlah badan wanita itu, dan kemudian berkata: “Kalau begitu, masukkanlah Yusuf ke dalam penjara, sehingga semua orang akan melupakannya”.
Al-Aziz menyetujui usul isterinya itu. Tak lama kemudian, be-berapa pengawal istana membawa Yusuf ke penjara. Tatkala Yusuf keluar dari pintu istana, isteri al-Aziz berdiri di belakang jendela kamarnya sambil memandanginya. Ia merasa seolah-olah sebagian dari hatinya tercabut, meskipun dialah yang mendesak suaminya agar memasukkan Yusuf ke dalam penjara.
Tiap hari berlalu, dan kesedihan selalu mewarnai wajah isteri al-Aziz, sementara suaminya hanya bisa melihat hal itu dengan sikap diam dan tidak kuasa berbuat sesuatu. Wanita itu bertanya kepada dirinya sendiri: “Salahkah aku tatkala menyuruh al-Aziz memasukkan Yusuf ke dalam penjara? Ya, kuharamkan diriku melihat Yusuf… “Sekali lagi ia berfikir dalam kegelisahannya: “Tetapi, apakah aku bersalah dalam urusan itu?” Ia menyanggah dirinya sendiri untuk lepas dari azab, seperti seorang dermawan yang haus, tetapi tidak sang-gup menjangkau air yang dipikul di bahunya sendiri.
Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun berjalan tanpa sepi dari cerita isteri al-Aziz dengan Yusuf. Pada suatu hari, datanglah utusan raja, memerintahkannya untuk datang keistana. Isteri al-Aziz sangat heran, sebab hal itu belum terjadi sebelumnya. Ia bertanya kepada suaminya apa kira-kira yang menyebabkan sang raja memanggilnya ke istana. Al-Aziz menjawab, “Mungkin ada urusan yang berhubungan dengan Yusuf.”
Mendengar nama Yusuf disebut lagi, lenyaplah segala dugaan. Tetapi, benarkah raja hanya berkehendak untuk ber-bicara dengannya tentang Yusuf?
Dengan penuh pertanyaan di benaknya, pergilah isteri al-Aziz menuju istana raja. Di sana didapatinya wanita-wanita yang telah memotong tangannya beberapa waktu yang lalu, semuanya menghadap Raja Mesir. Sementara itu, sang raja memandangi wajah para wanita itu satu persatu, kemudian mengajukan pertanyaan singkat kepada wanita-wanita itu: “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?” Mereka menjawab serentak: “Kami tiada mendapati suatu keburukan padanya (Yusuf)”.
Tiba-tiba, tanpa diminta oleh Raja, isteri al-Aziz berbi-cara. Ia merasa telah tiba saatnya untuk berbicara terus terang perihal itu, agar hilang semua beban dosa karena tindakan aniayanya terhadap Yusuf. Di hadapan Raja, wanita-wanita kota, dan seluruh yang hadir di situ, ia menerangkan: “Sekarang jelaslah kebenaran itu. Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar”. (Yusuf berkata), “Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa sesung-guhnya aku tidak berkhianat kepadanya dan bahwasanya Allah tidak merestui tipudaya orang-orang yang berkhianat. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
Terjadi perbedaan pendapat tentang kehidupan perem-puan itu selanjutnya. Sebahagian orang berpendapat bahwa sejak itu isteri al-Aziz hidup bersama kesedihan dan putus asa karena ingatannya kepada Yusuf.
Sebahagian yang lain berpendapat bahwa isteri al-Aziz itu akhirnya pindah ke suatu tempat yang jauh, dan tiada kabar beritanya sama sekali. Yang jelas, kehidupan wanita itu menjadi terganggu, karena cintanya kepada Yusuf.
Namun ada yang mengisahkan setelah peristiwa itu Zulaiha bertaubat kepada Allah SWT Ketika Yusuf diutus menjadi Rasul dan penguasa menggantikan Al-Aziz, Nabi Yusuf berjumpa dengan Zulaiha yang ketika itu keadaannya sudah tua. Akhirnya Allah menjadikan Zulaiha muda remaja dan berkawin dengan Nabi Yusuf. Maka jadilah Zulaiha sebagai seorang wanita yang solehah yang senantiasa beramal kepada Allah SWT (Kisah Zulaiha ini dapat di baca dalam Al-Quran surah Yusuf ayat: 21-53)

(17)
PANDANGAN YANG JERNIH

Pada suatu malam Shafiyah mengunjungi Rasulullah Saw. yang sedang beriktikaf di masjid dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia terpaksa mendatangi suaminya itu karena ada masalah penting yang harus segera dibicarakan. Menjelang masuk waktu isa, ia berdiri hendak pulang dan Nabi mengantarkannya sampai ke pintu masjid.
Mereka berpapasan dengan dua orang sahabat Anshar yang akan melaksanakan shalat jamaah. Kedua sahabat itu memberi salam, lantas berlalu dengan cepat. Rasulullah menegur, "Berhentilah sebentar. Yang di sampingku ini Shafiyah, istriku." Kedua orang sahabat Anshar itu bahkan mengucap, Subhanallah, janda Huyai bin Ka'ab."
Nabi tahu ke arah mana isi perkataan mereka itu. Ia hanya berdiam diri seraya berpikir. Kalau mereka saja tidak memahami tujuan perkawinannya, apakah lagi umat di kemudian hari? Padahal Khadijah meninggal, tiga tahun lamanya ia menduda. Semua istri berikutnya dinikahi berdasarkan perintah wahyu dan untuk tujuan-tujuan kemanusiaan sehingga seluruhnya adalah janda-janda yang terlunta-lunta kecuali seorang saja, Aisyah. Oleh karena itu dengan sedih Nabi berkata: "Setan itu mengalir di dalam diri manusia mengikuti aliran darahnya. Malahan dijadikannya dada manusia sebagai tempat tinggalnya kecuali orang yang dilindungi Allah."
Tatkala pada kali yang lain Rasulullah ditanya siapa yang dilindungi Allah, ia menjawab, "Mereka yang selalu memohon perlindungan Allah."
"Siapakah gerangan?" tanya para sahabat pula."Orang itu adalah yang banyak melakukan kebajikan, ikhlas amalnya dan bersih hatinya."
Dari kedua peristiwa terpisah yang rasanya saling berkaitan itu, yang perlu kita ketahui adalah, ada hubungan apa antara sabda Nabi yang terakhir tersebut, dengan ucapan kedua sahabat Anshar mengenai Ummul Mukminin, Shafiyah? Untuk itu perlu kita singkap, siapa sebetulnya Shafiyah, yang dinikahi Nabi mendampingi istri-istrinya yang lain itu. Dalam Perang Khaibar, guna menghancurkan kekuatan tentara Yahudi yang selalu melakukan makar jahat terhadap umat Islam dan pemerintahan Madinah, salah seorang korban yang tewas adalah Huyai bin Ka'ab, pemimpin kaum pemberontak itu. Dan Shafiyah adalah istri Huyai. Tidak seorangpun yang bersedia memelihara Shafiyah, padahal nasibnya terlunta-lunta karena waktu itu, masyarakat luas menganggap Yahudi sama najisnya dengan anjing-anjing buduk, akibat kedegilan mereka sendiri. Jadi, tatkala Nabi mengambil Shafiyah menjadi istrinya, hal itu semata-mata untuk memberi keteladanan, betapa seharusnya umat Islam di dalam memandang manusia jangan hanya dengan sebelah mata. Artinya, dengan niat berbuat baik, dengan keikhlasan yang tuntas, dan dengan kebersihan hati yang tulus, manusia harus dilihat secara utuh. Sebab berdasarkan ajaran Islam, tidak ada manusia yang baik secara sempurna sebagaimana tidak ada yang seluruhnya buruk. Dibalik kekuatan ada kelemahan, dibalik kebaikan ada kekurangan. Begitu juga disela-sela kelemahan dan kejelekan, pasti tersimpan pula segi-segi kebajikan pada diri setiap orang.
Jelas bahwa dari satu sisi, pelacur adalah pelacur, pencuri adalah pencuri. Mereka telah melakukan perbuatan yang melanggar susila, norma-norma agama, dan hukum negara. Akan tetapi, jika kita masuk ke dalam bathin mereka, tidak selamanya pelacur sama jahatnya dengan pelacur, pencuri sama jahatnya dengan pencuri, bergantung pada sebabnya. Boleh jadi seorang pencopet yang mati dikeroyok massa, ditangisi anak-anaknya sebagai pahlawan keluarga karena ia melakukan perbuatan buruk itu untuk membeli obat bagi anaknya yang sakit, membeli makanan untuk anak-anaknya yang kelaparan.
Oleh karena itu, meskipun ada ancaman hukum potong tangan bagi para pencuri dan rajam bagi pezina, dalam hidup Nabi belum pernah satupun yang dilaksanakan kecuali atas seorang perempuan Yahudi yang minta diadili berdasarkan hukum Taurat. Untuk itu Nabi bersabda, "Kemiskinan itu mendekatkan manusia pada kekafiran."
Lima tahun yang lalu, saya kehilangan sebuah mobil, satu-satunya kendaraan saya, pada waktu mengantarkan anak ke stasiun Gambir karena hendak berangkat ke pesantren. Hanya lima belas menit saya berada di peron. Ketika keluar ke pelataran parkir, mobil saya sudah raib. Hari itu juga saya mengirimkan surat pembaca ke tiga surat kabar Ibu Kota.
Saya tulis begini: "Mobil itu saya beli dengan uang tabungan saya dan istri saya. Dan mobil itu saya gunakan untuk berdakwah kemana-mana. Tidak serupiah pun uang haram terdapat dalam pembelian mobil itu. Sengaja saya beli dengan susah payah karena dokter melarang saya menunggang sepeda motor akibat jantung dan paru-paru saya yang sudah rapuh. Jadi, tolong kembalikanlah mobil saya, mudah-mudahan Anda diberkati Allah."
Tiga hari kemudian ada seseorang yang menelepon saya bahwa mobil itu bisa diambil di belakang Hotel Indonesia pukul tiga petang. Alhamdulilah, telepon itu tidak berdusta. Dan kembalilah mobil saya dalam keadaan `segar bugar'. Saya pun lantas menulis surat pembaca lagi ke tiga surat kabar yang bersangkutan, menyampaikan rasa terima kasih saya setulus-tulusnya kepada pencuri yang `baik hati' itu.
Bukankah kejadian kecil ini membuktikan bahwa seorang penjahat pun, apabila disentuh hati nuraninya akan tergetar juga? Bahwa suara Tuhan masih mampu menembus tabir dosa yang menyelimuti dada manusia? Sebab setiap malam, Tuhan turun ke langit dunia dan berseru-seru, memanggil para hamba-Nya yang bersedia berlindung dalam pelukan-Nya. Suara-Nya mendayu bersama angin yang semilir, meningkahi titik-titik air yang menetes dari sela-sela jari-jemari kaum Muslimin yang sedang mengambil air wudu.
Dalam hadis Qudsi, firman Allah berbunyi, "Barang siapa mencari Aku, akan Kucari dia. Barang siapa mencintai Aku, akan Kucintai dia. Dan barang siapa meminta ampun kepada-Ku pasti akan Kuampuni dia"
"Oleh sebab itu, tataplah dunia ini dengan hati putih. Pandanglah manusia dengan jiwa bersih. Kadang-kadang yang kauanggap buruk sebetulnya justru baik untuk engkau, sementara yang kaukira baik malahan amat buruk untuk engkau," ucap Imam Abu Laits, seorang sufi tua kepada para muridnya. Lalu ia pun membacakan sebuah firman Allah tentang keharusan orang beriman untuk memandang sampai jauh ke seberang, di balik yang terlihat, yang teraba, dan yang terasa.
Firman Allah: "Jangan-jangan kamu membenci sesuatu, ternyata ia baik bagimu. Atau mungkin saja kamu mencintai sesuatu, padahal buruk untukmu." (Al-Baqarah:216)

(18)
TSA’LABAH BIN ABDURRAHMAN RA

Seorang pemuda dari kaum anshar yang bernama Tsa’labah bin Abdurrahman telah masuk Islam. Dia sangat setia melayani Rasulullah Saw. Dan cekatan. Suatu ketika Rasulullah Saw. Mengutusnya untuk suatu keperluan. Dalam perjalanannya dia melewati rumah salah seorang dari Anshar, maka terlihat dirinya seorang wanita Anshar yang sedang mandi. Dia takut akan turun wahyu kepada Rasulullah Saw. Menyangkut perbuatannya itu. Maka dia pun pergi kabur. Dia menuju ke sebuah gunung yang berada diantara Mekkah dan Madinah dan terus mendakinya.
Selama empat puluh hari Rasulullah Saw. Kehilangan dia. Lalu Jibril alaihissalam turun menemui Nabi Saw. Dan berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Tuhanmu menyampaikan salam buatmu dan berfirman kepadamu, `Sesungguhnya seorang laki-laki dari umatmu berada di gunung ini sedang memohon perlindungan kepada-Ku.’”
Maka Nabi Saw. Berkata, “Wahai Umar dan Salman! Per-gilah cari Tsa’laba bin Aburrahman, lalu bawa kemari.” Ke-duanya pun lalu pergi menyusuri perbukitan Madinah. Dalam pencariannya itu mereka bertemu dengan salah seorang penggembala Madinah yang bernama Dzufafah. Umar bertanya kepadanya, “Apakah engkau tahu seorang pemuda di antara perbukitan ini?” Penggembala itu menjawab, “Jangan-jangan yang engkau maksud seorang laki-laki yang lari dari neraka Jahanam?””Bagaimana engkau tahu bahwa dia lari dari neraka Jahanam?” tanya Umar.
Dzaufafah menjawab, “Karena, apabila malam telah tiba, dia keluar dari perbukitan ini menuju ke rumah kami dengan meletakkan tangannya di atas kepalanya sambil berkata, “Mengapa tidak cabut saja nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti keputusan!” “Ya, dialah yang kami maksud,” tegas Umar. Akhirnya mereka ber-tiga pergi bersama-sama.
Ketika malam menjelang, keluarlah dia dari antara per-bukitan itu dengan meletakkan tangannya di atas kepalanya sambil berkata, “Wahai, seandainya saja Engkau cabut nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti-nanti keputusan!” Lalu Umar menghampirinya dan mendekapnya. Tsa’labah berkata, “Wahai Umar! Apakah Rasulullah telah mengetahui dosaku?” “Aku tidak tahu, yang jelas kemarin beliau menyebut-nyebut namamu lalu mengutus aku dan Salman untuk mencarimu.” Tsa’labah berkata, “Wahai Umar! Jangan kau bawa aku menghadap beliau kecuali dia dalam keadaan shalat”
Ketika mereka menemukan Rasulullah Saw. Tengah me-lakukan shalat, Umar dan Salman segera mengisi shaf. Tatkala Tsa’laba mendengar bacaan Nabi Saw, dia tersungkur pingsan. Setelah Nabi mengucapkan salam, beliau bersabda, “Wahai Umar! Salman! Apakah yang telah kau lakukan Tsa’-labah?” Keduanya menjawab, “Ini dia, wahai Rasulullah Saw!” Maka Rasulullah berdiri dan menggerak-gerakkan Tsa’labah yang membuatnya tersadar. Rasulullah Saw. Berkata kepadanya, “Mengapa engkau menghilang dariku?” Tsa’labah menjawab, “Dosaku, ya Rasulullah!” Beliau mengatakan, “Bukankah telah kuajarkan kepadamu suatu ayat yang dapat menghapus dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan?” “Benar, wahai Rasulullah.” Rasulullah Saw. Bersabda, “Katakan… Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta peliharalah kami dari azab neraka.” (QS al-Baqarah:201)
Tsa’labah berkata, “Dosaku, wahai Rasulullah, sangat besar.” Beliau bersabda,”Akan tetapi kalamullah lebih besar.” Kemudian Rasulullah menyusul agar pulang kerumahnya. Di rumah dia jatuh sakit selama delapan hari. Mendengar Tsa’-labah sakit, Salman pun datang menghadap Rasulullah Saw. Lalu berkata, “Wahai Rasulullah! Masihkah engkau mengingat Tsa’labah? Dia sekarang sedang sakit keras.” Maka Rasulullah Saw. datang menemuinya dan meletakkan kepala Tsa’-labah di atas pangkuan beliau. Akan tetapi Tsa’labah menyingkirkan kepalanya dari pangkuan beliau.
“Mengapa engkau singkirkan kepalamu dari pangkuanku?” tanya Rasulullah Saw.
“Karena penuh dengan dosa.” Jawabnya
Beliau bertanya lagi, “Bagaimana yang engkau rasakan?”
“Seperti dikerubuti semut pada tulang, daging, dan kulitku.” Jawab Tsa’labah.
Beliau bertanya, “Apa yang kau inginkan?”
“Ampunan Tuhanku.” Jawabnya.
Maka turunlah Jibril as. Dan berkata, “Wahai Muham-mad! Sesungguhnya Tuhanmu mengucapkan salam untukmu dan berfirman kepadamu, `Kalau saja hamba-Ku ini menemui Aku dengan membawa sepenuh bumi kesalahan, niscaya Aku akan temui dia dengan ampunan sepenuh itu pula.’ Maka segera Rasulullah Saw. membertahukan hal itu kepadanya. Mendengar berita itu, terpekiklah Tsa’labah dan langsung ia meninggal.
Lalu Rasulullah Saw. Memerintahkan agar Tsa’labah se-gera dimandikan dan dikafani. Ketika telah selesai menyalatkan, Rasulullah Saw. berjalan sambil berjingkat-jingkat. Setelah selesai pemakamannya, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah! Kami lihat engkau berjalan sambil berjingkat-jingkat.” Beliau bersabda, “Demi Zat yang telah mengutus aku sebagai seorang nabi yang sebenarnya! Karena, banyaknya malaikat yang turut melayat Tsa’labah.”

(19)
“MAAFKAN IBU, ANAKKU”
( PUISI SEORANG IBU )

Saat pulas tidurmu kucium lembut pipi mungilmu dan kuusap rambutmu
sungguh anakku, ibu mencintaimu
Maafkan ibu, anakku ketika tadi siang
engkau kubentak karena adik baru tidur dalam pelukanku
sedangkan badanku penat bukan main lantas engkau menjauh
sambil tetap memandangku
Maafkan ibu, anakku ketika jari ibu
meninggalkan bekas merah di pahamu
hanya karena engkau makan sembari bermain-main
lalu nasimu tumpah ke lantai tapi engkau tak menangis,
hanya mata beningmu menatapku dengan takut-takut
Maafkan ibu, anakku yang menolak bercerita saat engkau ingin mendengar kisah
yang bisa membuatmu tertawa gembira atau menitikkan air mata,
hanya karena ibu sedang lelah....
atau ibu sedang sibuk dengan pekerjaan lainnya
Maafkan ibu, anakku yang tidak lebih awal menjumpaimu untuk sekedar
duduk dan bermain bersama hanya karena ibu ingin
melakukan sesuatu untuk diri ibu...
anakku,
betapa ibu merasa bersalah
begitu ibu tahu engkau sangat dan sangat rindu duduk dipangkuanku
Maafkan ibu, anakku yang marah kepadamu
hanya karena kesalahan yang sebenarnya bukan kesalah-anmu...
ibu marah hanya karena ibu letih mengerjakan pekerjaan seorang ibu
Maafkan ibu, anakku
terkadang ibu ingin bisa membagi tubuhku agar segala ke-inginanmu terpenuhi...
sedang sebagian tubuhku yang lain mengerjakan tugas dan pekerjaan yang lain lagi..
Maafkan ibu, anakku
yang tidak mampu memberikan seluruh waktuku untukmu...
andai engkau tahu sayangku...
betapa ibu sangat mencintaimu,
betapa ibu terkadang bisa begitu ketakutan akan kehilanganmu,
betapa ibu bisa tertawa hanya karena tingkahmu,
betapa ibu bisa menangis tatkala melihatmu kecewa,
betapa ibu khawatir ketika engkau sakit..
Anakku,
sungguh ibu tak mengharap apa-apa
tatkala ibu berjuang menghadirkanmu ke dunia,
mendengar engkau sehat... itu saja telah mampu
menghilangkan seluruh derita
Sering ibu bertanya,
marahkah engkau pada ibu yang telah
marah kepadamu..
gelengan kepalamu membuat ibu lega,
walau tetap tak akan mampu menghapus rasa sesal dihatiku
Sungguh anakku,
cinta ibu padamu hanya Tuhan yang tahu...
tak pernah seseorang bisa mengukur dalamnya
cinta seorang ibu pada anaknya,
sampai ia kelak menjadi seorang ibu.
Maafkan ibu, anakku...
yang tak mampu menjadi ibu sebagaimana
seharusnya seorang ibu yang sempurna
Anakku...
ridha ibu adalah milikmu
agar kelak engkau mudah memasuki surga-Nya
(hanya itu mungkin, yang mampu ibu berikan untukmu, duhai permata hatiku......)

(20)
KEPADA ANAK PEREMPUANKU

Semoga DIA menjadikanmu manusia yang halus pera-saannya sedemikian halus, hingga dapat kaurasakan derita orang-orang yang terlunta di lorong-lorong peradaban dan dapat kau jelang mereka dengan penuh kasih sayang karena mereka adalah bagian dari dirimu juga, perempuan.
Semoga DIA menjadikanmu manusia yang tajam pemi-kirannya sedemikian tajam, hingga dapat kau pecahkan buih-buih kebencian yang meracuni pengetahuan dan jernihlah muara sejernih hulunya karena abadinya nilai-nilai kesempurnaan tak dapat digantungkan kepada apa pun lagi selain kepada bening cintamu, perempuan.
Semoga DIA menjadikanmu manusia yang kuat sendirian sedemikian kuat, hingga ketika kau telah mampu hidup tanpa bergantung kau pun mampu memilih untuk seutuhnya ter-gantung kepada siapa pun yang dihadirkan-NYA untukmu, karena kau sadar bahwa kau memang tercipta untuk dinikahi, perempuan.
Semoga DIA menjadikanmu manusia yang tinggi marta-batnya sedemikian tinggi, hingga dapat kau rendahkan hatimu serendah-rendahnya dan tangguhlah azab bagi mereka yang belum ridho mengesakan-NYA sungguh esalah sucimu hanya dengan DIA sebagai saksi karena kenyataanmu memanglah tersembunyi, perempuan.
Semoga DIA menjadikanmu manusia yang dapat menahan pandangan sedemikian tahan, hingga ingatanmu kepada-NYA mampu menghanguskan setiap nafsu yang menyerang dari dalam dan luar dirimu dan menjadi cahayalah wajahmu bagi pencari kebenaran serta hanya cadar hitamlah rupamu bagi pencari pembenaran karena hanya DIA lah yang kau jumpa dan hanya wajah NYA yang kau damba setiap kau temukan dirimu dalam cinta…dan…....... DIA lah hijab dihadapan siapa pun kau berada.

(21)
KISAH LIMA PERKARA ANEH

Abu Laits as-Samarqandi adalah seorang ahli fiqh yang masyhur. Suatu ketika dia pernah berkata, ayahku menceritakan bahwa antara Nabi-nabi yang bukan Rasul ada menerima wahyu dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara.
Maka salah seorang Nabi yang menerima wahyu melalui mimpi itu, pada suatu malam bermimpi diperintahkan yang berbunyi, "Esok engkau dikehendaki keluar dari rumah pada waktu pagi menghala ke barat. Engkau dikehendaki berbuat, pertama; apa yang engkau lihat (hadapi) maka makanlah, kedua; engkau sembunyikan, ketiga; engkau terimalah, keempat; jangan engkau putuskan harapan, yang kelima; larilah engkau daripadanya."
Pada keesokan harinya, Nabi itu pun keluar dari rumah-nya menuju ke barat dan kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna hitam. Nabi itu kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan memakan pertama aku hadapi, tapi sungguh aneh sesuatu yang mustahil yang tidak dapat dilaksanakan."
Maka Nabi itu terus berjalan menuju ke bukit itu dengan hasrat untuk memakannya. Ketika dia menghampirinya, tiba-tiba bukit itu mengecilkan diri sehingga menjadi sebesar buku roti. Maka Nabi itu pun mengambilnya lalu disuapkan ke mulutnya. Ketika ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Dia mengucapkan syukur 'Alhamdulillah'.
Kemudian Nabi itu meneruskan perjalanannya lalu berte-mu dengan sebuah mangkuk emas. Dia teringat akan arahan mimpinya supaya disembunyikan, lantas Nabi itu menggali sebuah lubang lalu ditanam mangkuk emas itu, kemudian ditinggalkannya. Tiba-tiba mangkuk emas itu keluar seperti ke-adaannya semula. Nabi itu pun menanamnya kembali hingga tiga kali berturut-turut.
Berkatalah Nabi itu, "Aku telah melaksanakan perintah-Mu." Lalu dia meneruskan perjalanannya, dan tanpa disadari olehnya mangkuk emas itu keluar lagi di tempat semula di mana ia ditanam.
Ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba terlihatlah dia seekor burung elang sedang mengejar seekor burung kecil. Kemudian terdengarlah burung kecil itu berkata, "Wahai Nabi Allah, to-longlah aku."
Mendengar rayuan burung itu, hatinya merasa simpati lalu di-ambilnya burung itu dan dimasukkan ke dalam bajunya. Meli-hat keadaan itu, maka burung elang pun datang menghampiri Nabi sambil berkata, "Wahai Nabi Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak pagi tadi. Oleh karena itu janganlah engkau patahkan harapanku dari rezekiku."
Nabi itu teringat akan pesan arahan dalam mimpinya yang keempat, yaitu tidak boleh putuskan harapan. Dia menjadi kebingungan untuk menyelesaikan perkara itu. Akhirnya dia membuat keputusan untuk mengambil pedangnya lalu me-motong sedikit daging pahanya dan diberikan kepada elang itu. Setelah mendapat daging itu, elang pun terbang dan burung kecil tadi dilepaskan dari dalam bajunya.
Selepas kejadian itu, Nabi meneruskan perjalannya. Tidak lama kemudian dia bertemu dengan satu bangkai yang amat busuk baunya, maka dia bergegas lari dari situ karena tidak tahan menghidu bau yang menyakitkan hidungnya. Setelah menemui kelima-lima peristiwa itu, kembalilah Nabi ke rumahnya.
Pada malam harinya, Nabi berdoa. Dalam doanya dia berkata, "Ya Allah, aku telah melaksanakan perintah-Mu seba-gaimana yang diberitahu di dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku arti semuanya ini."
Dalam mimpi beliau telah diberitahu oleh Allah SWT bahwa, "Yang pertama engkau makan itu ialah kemarahan. Pada mulanya nampak besar seperti bukit tetapi pada akhirnya jika bersabar dan dapat mengawal serta menahannya, maka kemarahan itu pun akan menjadi lebih manis dari madu.
Kedua; semua amal kebaikan (budi), walaupun disem-bunyikan, ia tetap akan nampak jua. Ketiga; jika sudah mene-rima amanah seseorang, janganlah kamu khianat kepadanya. Keempat; jika orang meminta kepadamu, maka usahakanlah untuknya demi membantu kepadanya meskipun kau sendiri berhajat. Kelima; bau yang busuk itu ialah ghibah (men-ceritakan hal seseorang). Maka larilah dari orang-orang yang sedang duduk berkumpul membuat ghibah."
Saudara-saudaraku, kelima-lima kisah ini hendaklah kita semaikan dalam diri kita, sebab kelima-lima perkara ini se-nantiasa saja berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari. Perkara yang tidak dapat kita elakkan setiap hari ialah menceritakan hal orang, memang menjadi tabiat seseorang suka menceritakan hal orang lain. Haruslah kita ingat bahwa kata-mengata hal seseorang akan menghilangkan pahala kita, sebab ada sebuah hadith mengatakan di akhirat nanti ada seorang hamba Allah akan terkejut melihat pahala yang tidak pernah dikerjakannya. Lalu dia bertanya, "Wahai Allah, sesungguhnya pahala yang Kau berikan ini tidak pernah aku kerjakan di dunia dulu."
Maka berkata Allah SWT, "Ini adalah pahala orang yang mengata-ngata tentang dirimu." Dengan ini haruslah kita sadar bahwa walaupun apa yang kita kata itu memang benar, tetapi kata-mengata itu akan merugikan diri kita sendiri. Oleh karena itu, hendaklah kita jangan menceritakan hal orang walaupun ia benar.

(22)
TUJUH MACAM PAHALA
YANG DAPAT DINIKMATI SELEPAS MATINYA

Dari Anas r.a. berkata bahwa ada tujuh macam pahala yang dapat diterima seseorang selepas matinya.
1) Barangsiapa yang mendirikan masjid maka ia tetap pahalanya selagi masjid itu digunakan oleh orang untuk beramal ibadat di dalamnya.
2) Barangsiapa yang mengalirkan air sungai selagi ada orang yang meminumnya.
3) Barangsiapa yang menulis mushaf ia akan mendapat pahala selagi ada orang yang membacanya.
4) Orang yang menggali perigi selagi ada orang yang menggunakannya.
5) Barangsiapa yang menanam tanam-tanaman selagi ada yang memakannya baik oleh manusia atau burung.
6) Mereka yang mengajarkan ilmu yang berguna selama ia diamalkan oleh orang yang mempelajarinya.
7) Orang yang meninggalkan anak yang sholeh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya dan beristighfar baginya yakni anak yang selalu diajari ilmu Al-Qur’an maka orang yang mengajarnya akan mendapat pahala selagi anak itu mengamalkan ajaran-ajarannya tanpa mengurangi paha-la anak itu sendiri.
Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW. telah ber-sabda : “Apabila telah mati anak Adam, maka terhentilah amalnya melainkan tiga macam :
1. Sedekah yang berjalan terus (Sedekah Amal Jariah)
2. Ilmu yang berguna dan diamalkan.
3. Anak yang soleh yang mendoakan baik baginya.”

(23)
KITA BERHADAPAN DENGAN
ENAM PERSIMPANGAN

Abu Bakar r.a. berkata, " Sesungguhnya iblis berdiri di depanmu, jiwa di sebelah kananmu, nafsu di sebelah kirimu, dunia di sebelah belakangmu dan semua anggota tubuhmu berada di sekitar tubuhmu. Sedangkan Allah di atasmu. Se-mentara iblis terkutuk mengajakmu meninggalkan agama, jiwa mengajakmu ke arah maksiat, nafsu mengajakmu memenuhi syahwat, dunia mengajakmu supaya memilihnya dari akhirat dan anggota tubuh mengajakmu melakukan dosa. Dan Tuhan mengajakmu masuk Sorga serta mendapat ampunan-Nya, se-bagaimana firmannya yang artinya, "....Dan Allah mengajak ke Sorga serta menuju ampunan-Nya..."
Siapa yang memenuhi ajakan iblis, akan hilang agama dari dirinya. Barangsiapa yang memenuhi ajakan jiwa, akan hilang darinya nilai nyawanya. Barangsiapa yang memenuhi ajakan nafsunya, akan hilanglah akal dari dirinya. Siapa yang memenuhi ajakan dunia, maka hilang akhirat dari dirinya. Dan siapa yang memenuhi ajakan anggota tubuhnya, maka hilang sorga dari dirinya.
Dan siapa yang memenuhi ajakan Allah SWT, akan hilang dari dirinya semua kejahatan dan ia memperolehi semua kebaikan."
Iblis adalah musuh manusia, sementara manusia adalah sasaran iblis. Oleh karena itu, manusia hendaklah senantiasa waspada, sebab iblis senantiasa melihat tepat pada sasarannya.

(24)

MISTERI DALAM MELAKSANAKAN
IBADAH HAJI
(Dikisahkan oleh: HESSAM,KDU)

badah haji adalah Rukun Islam yang kelima yang diwajibkan bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang mampu, dan hanya sekali dalam seumur hidup, ikhlas karena Allah semata.
Firman Allah Saw (QS Ali Imran: 97 yang artinya): “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasuki (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; barang siapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Jika ada tanda-tanda panggilan untuk menunaikan ibadah haji, maka berangkatlah dan tinggalkan urusan dunia untuk sementara. ”Dari Ibnu Abbas ra. Bahwasanya Rasulullah Saw bersabda (artinya): “Barang siapa ingin berhaji, hendaklah disegerakannya, karena kemungkinan tertunda karena jatuh sakit, hilang kendaraan atau hajat lainnya.” (HR Ahmad, Baihaqi, Thahawi, dan Ibnu Majah).
Maka dari itu bagi yang berkesempatan menunaikan ibadah haji, manfaatkan peluang itu sebaik-baiknya, karena tidak semua orang dapat meraihnya.
Panggilan dan Ridla Allah Swt dapat melakukan ibadah haji tidak selalu tertuju kepada muslimin-muslimat yang berusia lanjut. Bisa jadi panggilan itu tertuju kepada seseorang yang masih muda belia, bahkan tidak sedikit tertuju kepada kanak-kanak. Berbagai macam kasus yang dialami , baik oleh para calon jemaah selama masih dalam perjalanan, maupun para jemaah selama berada di tanah suci, benar-benar merupakan misteri yang tidak dapat diketahui, bahkan tidak dapat direncanakan sebelumnya oleh mereka. Beberapa misteri dalam melaksanakan ibadah haji antara lain sebagai dikisahkan berikut ini :


( 1 )
“P” yang tekun dalam menunaikan tugasnya sebagai pegawai negeri dan tekun pula menunaikan ibadah agamanya sebagai seorang muslim, hingga tiba masa pensiun belum mampu melaksanakan ibadah rukun Islam yang kelima. Mungkin belum mendapatkan Ridlo Allah? Wallahu a’lam bishshowab!. Namun keinginannya tiada pudar.
Beternak sapi perah merupakan usaha “P” untuk meraih ridlo Allah Swt dapatnya melakukan ibadah haji. Karena ketekunan usahanya itu, rupanya Allah Swt meridloi keinginannya. Dengan serta merta “P” bersama isterinya memenuhi segala persyaratan sebagai calon jemaah haji.
Suatu misteri yang tidak disangka-sangka, sebulan sebelum keberangkatan mereka ke tanah suci Makkah, isterinya jatuh sakit dan Tuhan memanggilnya kembali ke Hadirat-Nya. Apa mau dikata. Anak pun tiada. Kepada siapa jatah qouta yang sudah positif itu akan diberikan? Itulah misteri ridlo Allah Swt, yang tertuju kepada (sebut saja namanya Siman).
“Siman, kau mau naik haji?” Siman, seorang pembantu rumah tangga yang telah mengabdi “P” puluhan tahun itu, laksana diguyur hujan es mendengar tawaran tuannya. “Eee... eee…yaa, mau tuan.” Begitu jawabnya dengan gugup, disertai 1001 perasaan hati yang tak terkatakan.
Untuk menyatakan sukur atas nikmat Allah Swt yang tak ternilai besarnya itu, Siman langsung mengambil air wudlu dan melakukan sujud (shalat) sukur.
Selama berada di tanah suci Siman menerima banyak pengalaman yang sangat menakjubkan. Karena nuansa hidupnya selama bekerja di rumah tangga P, Siman banyak sekali menolong tetangga-tetangga yang memerlukan bantuan, dan pertolongannya biasanya dilakukan tanpa pamrih, tanpa mengharapkan imbalan.
Rupanya kebiasaan hidup di tanah air itu tetap dibawa ke sana (tanah suci). Hanya perbedaannya, kalau kebiasaan di tanah air dilakukan tanpa pamrih apapun, sebaliknya orang-orang yang mendapatkan pertolongannya (di tanah suci) tidak segan-segan memberikan imbalan jasa berupa uang. “Sepulangnya di tanah air, ia mengantongi banyak uang reyal”, demikian P menceritakan misteri pengalaman Siman.


( 2 )
“Sn” disamping tugasnya sebagai pegawai negeri, juga memiliki kepiawaian di bidang da’wah. Rencana melakukan rukun Islam kelima, menurut perhitungannya, baru dapat dilaksanakan dua tahun mendatang setelah cukup terkumpulnya dana. “Dua tahun lagi” demikian jawabnya atas pertanyaan pimpinan sebuah pondok pesantren, “Kapan anda akan naik haji?”. “Kalau sekarang saja bagaimana?”, tanyanya lagi.”Tapi dananya belum cukup”, jawab Sn. “Kalau begitu siap saja berangkat sekarang.” Demikian “perintah” pimpinan pondok pesantren tersebut.
Betapa bahagianya Sn, karena dana yang ditunggu dua tahun lagi, sudah tercukupi sekarang.oleh pimpinan pondok tersebut Pimpinan pondok tadi mengetahui bahwa Sn sering memberikan da’wah di beberapa majelis taklim, maka dari itu Sn sangat dibutuhkan sebagai pembimbing kelompok jemaah haji yang akan diberangkatkan dalam musim haji tahun itu. Kepiawaiannya sebagai da’i diamalkan dalam membimbing calon jemaah haji.


( 3 )
Seorang ibu ketua pengurus sebuah Yayasan Sosial (Panti Asuhan) mengalami “nasib” yang sama dengan SN, hanya dia lebih ekstreem dibandingkan dengan SN, karena dia sama sekali belum mempunyai persiapan, dan belum ada gambaran tentang kemampuannya untuk dapat melaksanakan ibadah rukun Islam yang kelima ini. Satu dan lain memang belum adanya kemampuan dana.
Pada suatu hari dia menerima telepon supaya datang ke suatu kantor Bimbingan Haji. Setibanya di sana ia terperanjat, karena langsung didaftar sebagai calon peserta seklaigus selaku pembimbing jamaah haji. “Saya tidak punya uang”, begitu ucapnya kepada petugas pendaftar. “Ini perintah pimpinan, Bu. Ibu sudah disediakan satu quota sebagai calon jemaah.”
Hari-hari berikutnya pada jadual yang telah ditentukan ibu itu datang untuk mengikuti manasik (penerangan mengenai tata-cara melakukan ibadah haji) dan pemeriksaan kesehatan. Betapa rasa sukurnya atas nikmat Allah Swt yang terlimpahkan kepadanya. Benar-benar ini dirasakan sebagai misteri yang tidak disangka-sangka sebelumnya.


( 4 )
Seorang ibu rumah tangga mengajak bibinya (bulik) untuk bersama-sama pergi melaksanakan ibadah haji. Perjalanan dari tempat tinggal ke Tanjung Priuk (Jakarta) dilakukan dengan menumpang kendaraan umum bus. Na’as tak dapat dihindari. Di tengah perjalanan bus yang ditumpangi mengalami kecelakaan, menyebabkan bibi (bulik)-nya batal meneruskan perjalanan panjang, karena menurut nasehat dokter ia harus istirahat di rumah sakit.
Untuk menggantikan quotanya, ibu tadi menelpon adiknya di Jakarta, yang statusnya masih mahasiswa tingkat satu, untuk berangkat. Tanpa persiapan apapun adik tadi (sebut saja “F”) segera berangkat menemani kakak perempuannya naik kapal laut (waktu itu perjalanan jemaah haji masih dilakukan dengan kapal laut).
Sekali lagi Ridlo Allah Swt merupakan misteri terhadap F maupun bibinya. Bibi yang batal meneruskan perjalanan tersebut, hingga lanjut usia dan sampai saat meninggal dunia belum sempat menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Namun demikian karena niatnya sudah dijalankan, konon menurut hukumnya ia sudah mendapat pahala seperti naik haji.

( 5 )
Sepuluh tahun lebih “ES” menjalani pensiun sebagai pegawai negeri, belum juga mendapat kesempatan menunaikan ibadah haji, walau keinginannya sudah terukir 30 tahun sebelumnya, namun fasilitas dana belum juga mencukupi dan panggilan / ridho Allah belum juga datang.
Sebagai seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil, setiap bulan mengambil gaji pensiunnya di bank untuk biaya hidupnya sehari-hari. Konon pada salah satu saat pengambilan gaji sangat mengejutkan hatinya, karena pada rekening tabungannya terisi transfer dana yang cukup besar.
Kejadian ini diberitahukan kepada isterinya. Isterinya yang sudah haji dua puluh tahun sebelumnya (1982), berusaha menambah dana itu agar mencukupi besarnya dana ONH. Rupanya panggilan / ridho Allah baru datang? Selanjutnya ES bersama isterinya datang ke kantor Bimbingan Haji untuk mendaftarkan ES sebagai calon jemaah haji. Tak diduga tak di sangka, isteri ES pun oleh petugas pendaftaran didaftar juga sebagai calon jemaah.”Saya hanya mengantar suami saya, tidak ikut mendaftar, karena saya sudah haji, tidak perlu naik haji kedua kalinya.” Demikian penjelasan isteri ES.”Dan untuk berangktat lagi saya tidak sukup mempunyai dana.” Tambahnya. “Tapi pempinan kami sudah menyediakan satu quota untuk ibu, agar ibu dapat mendampingi bapak ES. Dengan demikian berarti ES dengan isterinya akan berangkat bersama-sama. Sungguh satu misteri.
Memang sebenarnya isterinya ingin sekali mendampingi suaminya bersama-sama pergi ke tanah suci, tetapi fasilitas dana tidak mencukupi. Selanjutnya segala urusan dan persyaratan telah dipenuhi. Upacara pemberangkatan diadakan di Mesjid Gede. Usai acara sambutan-sambutan para calon jemaah meninggalkan ruangan pendapa mesjid menuju bus yang telah siap mengantar mereka menuju bandara Adisuciptto.
Lagi-lagi na’as menimpa isterinya. Dia terpelanting waktu menuruni trap pendapa mesjid yang menuju halaman mesjid hingga pingsan. Oleh pimpinan rombongan ES dipersilakan berangkat duluan, sedang isterinya akan dirawat beberapa hari di sebuah rumah sakit. Dengan lain perkataan ES berangkat sendiri, sedang isterinya batal berangkat.
Setelah kesehatannya membaik, isterinya bersukur kepada Allah Swt karena musibah tadi terjadi masih di tanah air, Seandainya terjadinya di negeri orang, betapa repotnya. Tuhan telah mengatur dengan yang terbaik.

( 6 )
Kisah ini terjadi sekitar 20 (dua puluh ) tahun yang lalu, dimana dua orang jemaah calon haji wanita sudah tiba di Madinah. Keberangkatan mereka dalam keadaan segar bugar. Sejak dari kampung halaman hingga tiba di tempat tujuan nampak tidak ada sesuatu yang ganjil. Sama dengan jemaah-jemaah lainnya, mereka pun bercerita bermacam-macam pengalaman.
Setibanya di Jedah masih tenang-tenang, tidak ada gejala yang aneh-aneh. Suasana di dalam bus yang mengangkut mereka menuju Madinah, umumnya para penumpang tertidur lelap. Keganjilan terjadi setibanya para jemaah di Madinah.
Dalam salah satu kamar hotel terdengar tangisan yang memilukan. Ternyata tangisan itu adalah tangisnya kedua orang wanita tadi. Pertanyaan bertubi-tubi diajukan oleh pembimbing “Apakah anda sakit?”, “Ada keluhan apa.” “Apakah anda lapar.” Dsb. Dsb. Tetapi semua pertanyaan dijawab “Tidak” “Lalu apa yang menyebabkan anda menangis?” tanyanya lagi.
Jawabnya sangat aneh, dan selamanya jawaban seperti ini belum pernah terjadi. “Kami mau pulang !” Mendengar jawaban ini pembimbing dan beberapa jemaah lainnya berusaha membujuknya agar tetap melaksanakan ibadah haji sampai selesai. Bujukan demi bujukan tidak merobah jawaban mereka, kecuali bersikeras mau pulang saja.
Apa mau dikata, ibadah hajinya pun batal, karena belum ada satupun acara yang dilaksanakan. Besok harinya pembimbing disibuki oleh pekerjaan yang selama ini belum pernah dialami. Na’Udzubillahi min dlolik.

( 7 )
“Pondok Bimbingan Haji dimana yang masih menerima pendaftaran calon jemaah haji?” Demikian tanya AB kepada SS. “Oo yaa, nanti saya tanyakan. Atau sekalian ikut saya, kebetulan hari Ahad nanti ada pengajian disana. Saya tunggu anda di rumah saya, nanti kita bisa berangkat bersama-sama.” Jawab dan janji SS. Besok paginya SS dan isterinya sudah siap mau berangkat sambil menunggu AB.Tunggu punya tunggu, sampai waktu yang dijanjikan AB tidak datang, maka SS dengan isterinya berangkat sendiri ke tempat pengajian.
Dua hari berikutnya AB baru memberi kabar bahwa hari itu tidak dapat datang, disebabkan karena orang yang berjanji akan mengantarnya ada kesulitan kendaraan. “Baiklah, masih ada waktu. Nanti saja hari Ahad berkutnya saya antar kesana.” Jawab SS dengan nada penuh kesabaran. “Terima kasih, kalau begitu sebaiknya nanti saya tidak perlu singgah ke rumah anda. Saya nanti langsung saja berangkat sendiri dan kita ketemu di tempat pengajian.” Demikian janji AB kepada SS.
Pada hari yang telah ditetapkan SS berangkat tepat waktu seperti biasanya, bahkan lebih dini. Setibanya di tempat tujuan tidak langsung mengambil tempat duduk, tetapi menunggu di pintu masuk halaman (sedang isterinya masuk duluan), kalau-kalau AB juga akan muncul.
“Assalamu’alaikum ... ... ...” Melalui pengeras suara pembawa acara sudah memberi salam, pertanda acara akan segera dimulai. Dengan serta merta SS meninggalkan “tempat tunggu” untuk mengambil tempat duduk di ruangan, karena orang yang ditunggu (AB) belum juga datang.
Siang harinya AB memberi kabar melalui telepon, mengatakan bahwa sebenarnya pagi tadi ia sudah berangkat, tetapi tersesat jalan tidak sampai ke tempat tujuan. Alhasil sampai SS berangkat Umroh Awal Romadhon, AB pun belum terlaksana niatnya untuk mendaftarkan diri sebagai calon jemaah haji.
SS dengan isterinya mengadakan penelitian kecil, menelusuri apakah sebabnya AB selalu menemui hambatan atau gagal dalam usaha mendaftarkan diri sebagai calon jemaah haji. Adapun data keterangan dari sumber yang cukup dapat dipercaya, menerangkan bahwa kuantitas dana AB cukup memadai. Hanya sumber perolehan dana itu konon berasal dari pengembalian hutang dengan bunga yang besarnya melebihi bunga yang biasa ditetapkan oleh bank. Subhanallah.

( 8 )
Aku tertarik untuk meminta doa kepada seorang Ustadz yang materi khutbah Jumatnya sangat menyentuh. Aku menandai Ustaz itu. Sebab, pernah tiga kali sholat Jumat secara berturut-turut, di kota yang berbeda, surat Al A'laa dan Ghaasyiyah dibacakan dalam sholat. Dan Ustadz itu imam sholat yang ketiga dengan bacaan serupa. Sembari memberi salam, aku mengulurkan jabat tangan, "Pak Ustadz, saya ingin sekali naik haji. Tolong doakan saya."
Wajah Ustadz itu nampak teduh saat memejamkan matanya. Berdoa. Tiba-tiba kurasakan tangannya tersentak hingga jabat tangan kami terlepas. "Rezekimu untuk berangkat haji telah disiapkan. Nanti juga semua pengeluaranmu akan diganti" Ustadz itu nampak demikian yakin. Tetapi tak urung keraguan meliputiku. Bagaimana mungkin dengan kondisi bisnis di kantor yang sedang menurun? Aku hanya terdiam. Kupikir ada cara untuk menguji ucapannya bahkan untuk membuktikan apakah agama dan Tuhan yang selama ini kupercaya bukanlah dusta: Akan kukatakan kepada banyak orang bahwa aku akan berangkat haji. Tahun ini! "Ramalan" Ustaz itu tidak hanya kusampaikan kepada istriku, tetapi juga kepada mertua, sanak saudara dan teman-teman. Aku sengaja mengikat diriku dengan beban. Dan aku ingin menyaksikan bagaimana beban yang melilitku itu dilepaskan.
Sebagaimana karyawan lain, 23 Desember 2000 adalah hari yang menegangkan bagiku. Sebab pada hari itu akan diumumkan keputusan manajemen perusahaan terkait dengan THR dan bonus.
Aku gelisah sejak dini hari dan selama makan sahur. Biaya ONH harus segera dilunasi dalam beberapa hari kemudian. Setelah subuh aku tidak ingin tidur. Istriku memahami kegelisahanku. Kami harus rela menjual mobil untuk menutupi ongkos haji. Akhirnya kami putuskan untuk pasrah saja. Kami isi waktu dengan jalan-jalan pagi di sekitar kompleks sambil mengarang lagu Islami untuk anak-anak. Aneh, inspirasi mengarang lagu demikian lancar mengalir. Setiba kembali di rumah aku menulis bait-bait itu dengan komputer dan mencetaknya untuk dibagi kepada teman-teman.
Aku terlambat tiba di kantor. Tidak sempat ikut rapat pagi. Melewati ruangan atasan dengan sungkan. Terbersit prasangka negatif saat tangannya melambai memanggilku. Duh, mau diapain aku?
Rupanya ia ingin mengajakku bicara mengenai hal yang paling ditunggu semua orang hari itu. Atasanku belum lama mengisi jabatan di bagianku. Aku dimintai saran sebab menurutnya aku staff paling senior. Dia belum tahu cara menyampaikan kepada bawahannya keputusan manajemen perusahaan mengenai THR dan bonus serta pesan pimpinan tertinggi.
Kepadanya kusarankan untuk memanggil karyawan satu demi satu masuk ke dalam ruangannya untuk diberikan penjelasan secara pribadi. Atasanku mengganguk setuju. Karena aku sudah berada di ruangannya, dia memutuskan menjadikanku bawahan pertama yang menerima penjelasan. Kepuasan hakikatnya adalah posisi relatif antara harapan dan kenyataan. Aku tidak berharap banyak. Takut kecewa.
Lega rasanya hati ini saat atasanku menyampaikan keputusan rapat pimpinan untuk tetap memberikan bonus meski kondisi bisnis saat itu kurang menggembirakan. Suka cita itu bertambah setelah mengetahui besar bonus sebanding dengan tahun sebelumnya. Alharndulillah, terbayang bonus itu melebihi ongkos haji kami. Pak Ustadz itu benar!!!
Ya Allah, telah Engkau cukupkan rezeki untuk biaya perjalanan haji kami. Maka karuniakan pula kepada kami keselamatan dalam perjalanan, kelancaran segala urusan, dan yang terpenting karuniakan kepada kami kekhusyukan selama peribadatan. Lindungi pula harta dan keluarga yang kami tinggalkan.****
Ada enam tanda-tanda orang hidup barokah :(At-Thalaq: 2 – 5)
a. Diberi mahroja;
b. Diberi rizeki yang tidak disangka-sangka;
c. Diberi cukup kebutuhannya;
d. Diberi mudah segala urusan;
e. Terhapus dosanya;
f. Dilipatgandakan pahalanya.
“… … barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya, dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya)-nya. … … dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. … … dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.

<<<<<@>>>>>

"Jika kau sampaikan rahasiamu pada angin,
jangan salahkan angin bila ia kabarkan pada pepohonan."

Semoga apa yang telah saya sampaikan ini ada manfaatnya,
Bila ada salah kata mohon dimaafkan, yang benar itu pasti datangnya dari Allah SWT
Wallahù'alam bíshawab Wabíllahí taùfík walhídayah,
Wassalamù'alaíkùm warahmatùllahí wabarakatùh.

<<<<<@>>>>>


HESSAM.KDU’s COLLECTION
Jln Wulung 5-A
Yogyakarta
Drs.H. Sudibya Samiyana, KDU